TEMPO.CO, Jakarta - Pemerhati anak dan pendidikan, Retno Listyarti, mengecam Kepolisian Resort Temanggung yang menampilkan siswa pembakar sekolah disertai polisi yang dilengkapi dengan senjata api laras panjang dalam konferensi pers. Dia menyebut polisi berpotensi melanggar Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) dan Undang-Undang Perlindungan Anak (UU PA).
“Atas kejadian tersebut, saya sebagai pemerhati anak menyampaikan pihak kepolisian berpotensi kuat melanggar UU SPPA dan UU Perlindungan Anak,” kata Retno dalam keterangan tertulis, Ahad, 2 Juli 2023.
Konferensi pers tersebut digelar Polres Temanggung pada Rabu lalu, 28 Juni 2023. Dalam konferensi pers itu, polisi memperlihatkan anak berinisial R berusia 13 tahun yang diduga membakar sekolahnya. Berdasarkan tangkapan layar yang dikirimkan Retno, terlihat seorang anggota polisi menenteng senjata laras panjang berada di samping R.
Polres Temanggung disebut tak paham soal UU SPPA
Mantan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) periode 2017-2022 tersebut menilai hal itu berlebihan. Dia menyebut kepolisian tidak memahami UU SPPA. Ia juga menyebut polisi tidak paham tentang Konvensi Hak Anak, terutama tentang prinsip kepentingan terbaik bagi anak.
“Apa yang dilakukan pihak kepolisian berpotensi kuat melanggar UU SPPA dan UU Perlindungan Anak,” ujarnya.
Menurut Retno, meski telah melakukan tindak pidana pengrusakan, namun R yang masih berusia 13 tahun seharusnya tidak perlu ditampilkan dalam konferensi pers, apalagi didampingi polisi dengan senjata laras panjang.
Alasannya, menurut Retno, R tidak akan mampu melarikan diri dan melawan aparat. Selain itu, R juga merupakan korban perundungan dan apa yang dilakukan merupakan akibat dari sebuah sebab yang dialaminya dari lingkungan tempat dia bersekolah.
Identitas anak wajib dirahasiakan dalam masalah hukum
Retno menjelaskan dalam Pasal 19 ayat (1) UU SPPA menyebutkan bahwa identitas anak baik sebagai korban, saksi maupun pelaku kejahatan wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik.
Adapun ayat (2) merinci apa saja yang merupakan Identitas anak, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi nama Anak, nama Anak Korban, nama Anak Saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi.
“Menampilkan anak R dalam konfrensi pers meski menggunakan penutup wajah sekalipun, sudah berpotensi kuat ikut mengungkap jati diri anak,” ujarnya.
Ia mengatakan media televisi, cetak dan elektronik dapat dipastikan menampilkan fisik anak R dan pasti akan memperbesar bagian wajah yang tertutup. Artinya, kata Retno, polisi justru memfasilitasi media melanggar pasal 19 UU SPPA.
“Padahal, ada sanksi atas pelanggaran UU SPPA Pasal 19 Ayat 1 yang dapat dikenakan terhadap media, ujarnya.
Retno menyebut pasal tersebut berbunyi bahwa “Setiap orang yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.
Selanjutnya, dugaan pelanggaran terhadap UU PA