TEMPO.CO, Jakarta - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Yudi Purnomo menduga ada 3 klaster dalam kasus pungutan liar atau pungli yang terjadi di rutan KPK. Ketiga klaster itu adalah suap-menyuap, pemerasan dan klaster gratifikasi. “Nanti akan ada 3 klaster kasus korupsi terkait pungli tersebut, yaitu klaster suap menyuap, klaster pemerasan, dan klaster gratifikasi,” kata Yudi lewat keterangan tertulis, Jumat, 23 Juni 2023.
Menurut Yudi, KPK harus serius dalam membongkar kasus ini. Sebab, kata dia, pungli yang diduga melibatkan puluhan pegawai KPK ini akan membuat kepercayaan masyarakat terhadap komisi antirasuah semakin menurun. “Tentu masyarakat akan bertanya tentang integritas pegawai KPK,” kata dia.
Dia mendesak Dewan Pengawas untuk membongkar siapa saja tahanan yang telah memberi uang kepada pegawai KPK di rutan, serta kasus korupsi yang menjerat mereka. Menurut Yudi, identitas pemberi suap sangat penting untuk mengungkap motif di balik pemberian uang tersebut. Sebab, sejatinya penahanan seseorang dilakukan untuk menghindari agar mereka tidak melarikan diri, mengulangi perbuatannya atau menghilangkan barang bukti.
Dia khawatir pemberian pungli itu tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan fasilitas, melainkan bisa jadi adalah upaya untuk mempengaruhi kasus yang mereka sedang jalani.
“Sehingga perlu diperdalam motif mereka memberikan uang apakah sekedar mendapatkan fasilitas didalam tahanan atau upaya mempengaruhi kasus yang mereka sedang jalani atau bisa jadi terpaksa memberikan karena diminta,” kata dia.
Dia mengatakan pihak lain yang ikut terlibat dalam pemberian uang itu juga harus diusut. Sebab, tidak mungkin seorang tahanan bisa memberikan uang secara tunai maupun transfer, padahal mereka berada di dalam rumah tahanan. “Selain itu sumber uang pungli juga harus dibongkar juga,” kata dia.
Sebelumnya, dugaan pungli di rutan KPK pertama kali diungkap oleh Dewan Pengawas KPK. Pungli itu diduga terjadi pada periode Desember 2021 hingga Maret 2022. Dewas menduga jumlah pungutan liar yang dikumpulkan mencapai Rp 4 miliar.
Dewas kemudian menyerahkan temuan tersebut untuk ditindaklanjuti oleh KPK. Dewas menyatakan tak bisa menangani kasus itu lantaran sudah masuk ranah pidana. Menerima aduan Dewas itu, pimpinan KPK menyatakan telah meneken surat perintah penyilidikan. Dari hasil penyelidikan sementara, diketahui bahwa modus pemberian uang dilakukan agar tahanan mendapatkan fasilitas menggunakan ponsel maupun membawa uang tunai ke dalam rutan. Pegawai KPK yang diduga terlibat di antaranya penjaga dan bagian perawatan rutan.
KPK menduga bahwa pemberian uang dilakukan secara berlapis, artinya uang tidak langsung diberikan kepada pegawai KPK melainkan melalui pihak lain. “Nanti kami akan konfirmasi kalau sudah ditemukan buktinya,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Pilihan Editor: 5 Poin Pernyataan Syahrul Yasin Limpo Usai Diperiksa KPK: Kooperatif hingga Pasrah