TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Erlina Burhan, mengatakan sepakat dengan keputusan pemerintah yang mencabut status pandemi Covid-19 di Tanah Air. Namun IDI memberi tiga catatan penting usai pencabutan status tersebut.
"Dengan tegas kami ingin menyampaikan PB IDI setuju pencabutan status pandemi (Covid-19) di Indonesia. Bahkan Presiden sudah menyatakan kita masuk fase endemi," ujar Erlina dalam konferensi pers IDI yang digelar secara daring pada Kamis, 22 Juni 2023.
Catatan pertama IDI, yakni semua orang harus menyadari endemi bukan berarti penyakitnya tidak ada. Erlina menuturkan penyakit Covid-19 tetap ada, tetapi terkendali. Oleh karena itu, IDI meminta masyarakat tidak mengabaikan risiko penularan Covid-19 yang masih berpeluang terjadi.
"Jangan abaikan risiko penularan di tengah euforia pergantian status dari pandemi ke endemi ini," ujar Erlina.
Kedua, IDI mengimbau masyarakat mempertahankan perilaku hidup bersih dan sehat yang sudah dilakukan selama tiga tahun menghadapi pandemi. Perilaku tersebut antara lain rajin mencuci tangan, makan dan minum yang sehat, dan berolahraga secara teratur.
"Bahkan ada yang berhenti merokok, teruskan kebiasaan hidup yang sehat itu," kata Erlina.
Catatan terakhir, IDI mengimbau masyarakat tetap menggunakan masker apabila berada dalam situasi atau kondisi tertentu. Misalnya saat mengalami gejala batuk, pilek atau demam yang mirip dengan gejala Covid-19. IDI juga menyarankan pmakaian masker untuk warga lanjut usia, dan warga dengan penyakit bawaan atau komorbid atau saat warga bepergian.
Empat pilar pencegahan
Selain tiga catatan di atas, IDI mengusulkan empat pilar yang disebut SIAP kepada pemerintah sebagai upaya pencegahan, pengendalian, dan manajemen COVID-19 jangka panjang.
"Kami mengusulkan pemerintah untuk melakukan aktivitas pencegahan, pengendalian, dan manajemen COVID-19 jangka panjang melalui empat pilar (SIAP)," kata Erlina Burhan dalam konferensi pers yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Erlina mengatakan pilar pertama SIAP adalah meneruskan surveilans yang adekuat dan kolaboratif, seperti surveilans pada kasus harian, rawat inap, kematian, serta perkembangan mutasi Covid-19 dari waktu ke waktu pada berbagai titik strategis seperti bandara dan pelabuhan. Kemudian, memberikan informasi kesehatan yang tepat, akurat, dan mudah dimengerti masyarakat.
"Seperti halnya memberikan edukasi kepada masyarakat terkait status endemi, agar masyarakat mengetahui bahwa COVID-19 masih ada dan berisiko menular meskipun saat ini sudah terkendali," ujarnya.
Adapun pilar ketiga adalah dengan menjamin akses vaksin, alat pelindung diri, obat-obatan, dan oksigen bagi tenaga kesehatan dan kelompok berisiko tinggi menderita COVID-19 berat, seperti lansia, orang dengan penyakit kronik, serta orang yang mengalami imunosupresi. Sedangkan pilar keempat adalah pelayanan kesehatan yang prima dan siap siaga yang dapat diwujudkan dengan penjaminan ketersediaan pemeriksaan, pelayanan, dan perawatan Covid-19 di seluruh Indonesia.
Pilihan Editor: Satgas: Pengobatan Covid-19 dan Vaksinasi Setelah Endemi Masih Ditanggung Pemerintah