Ciptakan preseden yang buruk
Cawe-cawe Jokowi disebut Pangi turut berdampak terhadap munculnya kekhawatiran atas kekuasaan yang berlebihan. Pangi menyebut campur tangan Jokowi menciptakan preseden yang berbahaya karena Presiden nampak punya kendali penuh terhadap proses politik dan pemilihan.
Pangi turut menyoroti rusaknya kepercayaan publik terhadap proses pemilihan serta integritas lembaga negara. Tak hanya itu, menurut Pangi, campur tangan Presiden dalam menentukan capres memunculkan risiko terjadinya stagnasi politik.
Pasalnya, sejumlah calon yang punya visi baru, gagasan inovatif, atau perspektif yang berbeda bakal terhalang oleh pengaruh Presiden saat ini. “Hal ini dapat menghambat perkembangan demokrasi dan mencegah perubahan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang terus berubah dan dinamis,” kata dia.
Potensi abuse of power alias penyalahgunaan kekuasaan disebut Pangi tak luput dari potensi masalah yang ditimbulkan akibat cawe-cawe Jokowi. Cara menghentikan hal tersebut adalah Presiden Jokowi mesti netral dan cuti.
“Indonesia masih membutuhkan kekuasaan Presiden dan negara yang netral, sebab sistem Pemilu kita masih lemah, yang bisa berpotensi tergelincir pada Pemilu partisan. Terus terang kita ingin trayek pemilu yang adil, terbuka dan demokratis,” ujar Pangi.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan tidak akan bersikap netral dalam Pilpres 2024. Dia mengklaim langkah itu dilakukan untuk kepentingan negara, bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan.
“Saya harus cawe-cawe,” kata Presiden ketika berbincang-bincang dengan para pemimpin media massa di Istana Merdeka, Senin 29 Mei 2023.
Presiden menyatakan, keputusan ikut campur dalam urusan Pilpres dilakukan untuk negara dan bukan kepentingan praktis. Ia pun menyebut aparatnya tidak akan salah menafsirkan pernyataannya untuk bertindak mendukung salah satu calon.