TEMPO.CO, Jakarta - Polres Cianjur menangkap dua perempuan yakni LH, tahun 31, dan YL, 36 tahun, di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, yang merupakan sindikat pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal. LH dan YL diduga menjadi bagian dari sindikat praktik Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO).
Kepala Kepolisian Resor Cianjur Ajun Komisaris Besar Aszhari Kurniawan mengatakan kedua pelaku merupakan agen pencari calon TKI. Keduanya bertugas untuk mencari orang yang akan berangkat menjadi TKI dan memproses dokumen keberangkatan. "Mereka beroperasi di Kecamatan Cibeber dan beberapa kecamatan di sekitarnya. Tugasnya merekrut dan memproses keberangkatan calon TKI ke negara tujuan," ujar Aszhari di Markas Polres Cianjur, Selasa 6 Juni 2023.
Aszhari mengatakan calon TKI tersebut diberangkatkan ke Suriah dan negara lainnya secara ilegal. Pasalnya visa dan dokumen yang digunakan bukan untuk bekerja melainkan visa wisata. "Pemberangkatannya secara ilegal atau nonprosedural. Pasalnya visanya wisata dan paspor kunjungan bukan khusus untuk bekerja," kata dia.
Menurut Aszhari, kedua pelaku tersebut bekerja sama dengan seorang pelaku lainnya FH, 36 tahun, yang berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) dan kini berada di Suriah. "FH ini tugasnya mencari calon majikan di Suriah. Dia WNI tapi sudah lima tahun tinggal di Suriah. Pelaku ketiga ini statusnya DPO. Kita sedang koordinasi dengan KBRI terkait proses hukum untuk FH," ucap dia.
Dia mengatakan kedua tersangka dijerat dengan pasal 4 dan 10 Undang-undang RI nomor 21 tahun 2007 tentang Perdagangan Orang juncto pasal 81 Undang-undang RI nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. "Ancaman hukuman paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling banyak Rp 15 miliar," kata dia.
Aszhari menyebutkan polisi juga tengah berkomunikasi dengan pemerintah setempat dan instansi terkait untuk memulangkan TKI yang sudah diberangkatkan oleh para pelaku. "Ada beberapa TKI yang ingin dipulangkan, tapi ada beberapa kendala. Kita koordinasi dengan pihak terkait untuk proses pemulangan," tambahnya.
Di sisi lain, YL, salah satu tersangka mengaku sudah beberapa kali memberangkatkan TKI ke Suriah dan negara lain di Timur Tengah. Menurut Aszhari, dari satu orang TKI yang diberangkatkan, YL mendapatkan fee sebesar Rp 8 juta. "Iya sudah beberapa orang yang diberangkatkan. Dari setiap orangnya dapat fee. Untuk negara tujuannya tidak ditentukan, tergantung adanya permintaan. Misalnya ada permintaan dari Suriah, cari calon TKI yang mau diberangkatkan ke sana," kata dia
Iming-iming Gaji dan Fee Besar
LH dan YL, pelaku pemberangkatan TKI Ilegal ternyata menggunakan siasat iming-iming gaji dan fee yang besar kepada para korbannya. Menurut Aszhari, kedua pelaku menjanjikan gaji sebesar Rp 10 juta per bulan yang dibayar dalam tiga bulan sekali. Selain itu, calon TKI juga dijanjikan akan diberi uang fee sebesar Rp 7 juta serta satu unit handphone untuk komunikasi.
"Dengan iming-iming itu, korbannya tergiur dan mau untuk berangkat menjadi TKI ke Suriah atau negara lainnya," ucap dia.
Menurutnya, usai para korban diberangkatkan dan tiba di Suriah, tersangka FH yang saat ini buron lantaran berada di luar negeri akan mentransfer uang sebesar Rp 43 juta kepada kedua pelaku.
"Uang itu sebagai pengganti untuk memberikan fee dan handphone pada korban. Kemudian digunakan untuk pengurusan dokumen keberangkatan. Sisanya dibagi-bagi untuk LH dan YL," ucap dia.
Pilihan Editor: Sederet Temuan Komnas HAM di Kasus TPPO NTT: Modus Baru hingga Bekingan Aparat