TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara 1 tahun 6 bulan dan denda Rp 100 juta serta subsider 3 bulan penjara terhadap Ahmadi, mantan Bupati Bener Meriah karena jual kulit harimau, seperti dilansir dari laman ppid.menlhk.go.id.
Ahmadi dinyatakan bersalah berdasarkan Pasal 40 ayat 2 jo. pasal 21 ayat 2 huruf d UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya jo. Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Vonis yang dijatuhkan tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum atau JPU yang menuntut eks Bupati Bener Meriah itu dengan tuntutan penjara selama 2 tahun 6 bulan dan denda Rp 100 juta.
Ketua Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong, Bener Meriah Ahmad Nur Hidayat, mengatakan terdakwa A dan S menerima vonis yang telah diputuskan hakim. Saat ini terdakwa A dan S telah ditahan di rumah tahanan Kelas II B Bener Meriah.
"Terdakwa menerima putusan-putusan hakim, namun JPU menyatakan pikir-pikir dulu atas putusan tersebut dalam waktu 7 hari setelah sidang putusan hari ini," kata Nur Hidayat.
Profil Kabupaten Bener Meriah
Namun demikian, nama Kabupaten Bener Meriah terdengar asing dan unik pada telinga orang awam yang baru mendengar nama kabupaten tersebut. Bahkan mayoritas orang yang mendengar nama tersebut tidak menyangka bahwa nama “Bener Meriah” merupakan nama kabupaten.
Dilansir dari terbitan yang diunggah di laman benermeriahkab.go.id, dengan judul “Profil Kabupaten Bener Meriah 2019”, Kabupaten Bener Meriah merupakan salah satu kabupaten yang berlokasi di Provinsi Aceh, Indonesia. Kabupaten Bener Meriah merupakan wilayah hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah yang berdiri pada 2003 berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Bener Meriah di Provinsi Aceh dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri tanggal 7 Januari 2004.
Sebenarnya, nama “Bener Meriah” diambil dari nama salah satu putra keturunan Raja Linge XIII Gayo, yakni Beuner Meuria. Penyebutan “Bener Meriah” merupakan gabungan dari dua kata yang berasal dari Bahasa Gayo, yakni Bener yang berarti bagus, senang, indah; dan Meriah yang berarti ramai, kebesaran, dan kemuliaan. Lebih lanjut, dilansir dari laman benermeriahkab.go.id, nama Bener Meriah kemudian menjadi ungkapan yang berarti dataran luas yang indah, ramai, dan sejahtera.
Lebih lanjut, penamaan Kabupaten Bener Meriah yang berasal dari nama putra Raja Linge XIII, yakni Beuner Meria, didasarkan pada cerita yang menceritakan kisah orang baik yang dibunuh karena rasa dengki dan kekuasaan. Berdasarkan Syair Mude Kala, saat masih kecil Beuner Meria dan adiknya yang bernama Sengeda dibawa oleh sang ibu ke Kesultanan Aceh selepas peninggalan ayah mereka.
Dengan wafatnya Raja Linge XII, takhta Kerajaan Linge kemudian dipegang oleh Raja Linge XIV yang merupakan kakak dari Raja Linge XII. Ketika telah beranjak dewasa, Beuner Meria dan Sengeda kembali ke Kerajaan Linge untuk menuntut takhta dari pamannya, sayangnya sang paman justru menjatuhkan hukuman mati terhadap kedua kakak beradik tersebut.
Berdasarkan legenda, Beuner Meria tidak mati akibat hukuman mati tersebut melainkan menjelma menjadi gajah putih, sedangkan nyawa Sengeda berhasil diselamatkan oleh algojo yang seharusnya melakukan eksekusi. Keberadaan gajah putih tersebut didengar oleh Sultan Aceh dan diperintahkan untuk menghadiahkan gajah tersebut kepadanya.
Sesampainya di ibu kota Kesultanan Aceh, gajah putih tersebut mengamuk dan berhasil dijinakan oleh Sengeda. Lalu Sengeda menceritakan asal usul gajah tersebut, Sultan Aceh memutuskan untuk menghukum mati Raja Linge XIV, tetapi ibu dari Beuner Meria memaafkannya, sehingga Raja Linge XIV hanya dijatuhi hukuman dengan membayar denda. Akhirnya, Sengeda diangkat menjadi Raja Linge dengan gelar Raja Linge XV dan nama Beuner Meria diabadikan menjadi salah satu daerah di Tanah Gayo.
Pilihan Editor: Terbukti Korupsi Hakim Cabut Hak Politik Bupati Bener Meriah
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.