TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) dalam kasus "Kardus Durian" yang menyeret nama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Gugatan itu sebelumnya diajukan oleh MAKI pada 22 Februari 2023 dengan nomor perkara 17/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL untuk menguji sah atau tidaknya penghentian penyidikan kasus tersebut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam pokok perkara, PN Jakarta Selatan menyatakan permohonan MAKI error in objecto atau terdapat kekeliruan terhadap objek yang digugat dan menerima eksepsi yang disampaikan KPK.
"Menyatakan Praperadilan dari para pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaraad)," bunyi putusan hakim tunggal Samuel Ginting dalam salinan putusan perkara tersebut tertanggal Senin, 10 April 2023.
Selain itu, kata hakim, MAKI juga tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk mengajukan gugatan praperadilan. Sebab, Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Organisasi Kemasyarakatan MAKI telah kedaluwarsa sejak 9 November 2019.
Penamaan kasus Kardus Durian ini merujuk pada tempat uang yang diduga suap senilai Rp1,5 miliar yang ditemukan petugas KPK di kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2011. Saat itu atau tepatnya pada 25 Agustus 2011, KPK mencokok Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi I Nyoman Suisnaya dan anak buahnya, bekas Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemenakertrans Dadong Irbarelawan.
Dua anak buah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar tersebut diduga menerima suap Rp 1,5 miliar dari pengusaha yang bernama Dharnawati terkait dengan program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT). Dharnawati yang merupakan kuasa direksi PT Alam Jaya Papua juga diamankan petugas KPK dalam operasi tangkap tangan itu.
Dadong Irbarelawan membuat pengakuan yang memojokkan keterlibatan Muhaimin Iskandar. Dia mengatakan komitmen fee dari Dharnawati Rp 1,5 miliar diduga memang akan diberikan kepada Muhaimin.
Dadong, saat pemeriksaan terdakwa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 2012, menyebutkan beberapa fakta tentang keterlibatan Muhaimin. Pada Mei 2011, Nyoman memanggil Dadong datang ke ruangannya. Di dalam ruangan sudah ada Dharnawati dan Dhany S. Nawawi, mantan Staf Khusus Presiden Bagian Tim Penilai Akhir.
Nyoman memperkenalkan keduanya kepada Dadong yang hendak ikut mengerjakan proyek di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu. "Katanya Pak Dhany sudah ketemu dengan Pak Muhaimin," kata Dadong menirukan ucapan Nyoman ketika diperiksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin, 5 Maret 2012. "Pada waktu itu, saya diam saja."
Muhaimin saat itu berkali-kali menampik tudingan tersebut. "Nama saya dicatut," kata dia. Ia menyatakan pembahasan tentang anggaran dan tender juga dilakukan di daerah. "Semua itu jauh dari saya," kata Muhaimin. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis tiga tahun penjara kepada Nyoman dan Dadong. Adapun Dharnawati dihukum dua tahun enam bulan penjara.
KPK tidak melanjutkan penyelidikan kasus ini lebih jauh lantaran tidak cukup bukti.
M JULNIS FIRMANSYAH
Pilihan Editor: MAKI Laporkan Dugaan Kebocoran Kasus Tukin ESDM ke Bareskrim