TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia atau PB IDI meminta agar pembahasan RUU Kesehatan dihentikan dan tidak diteruskan. IDI juga berharap penolakan yang masif atas RUU ini dari para dokter, tenaga kesehatan, mahasiswa kedokteran, dan kesehatan, akan menjadi perhatian serius bagi pemerintah.
"Karena pasti akan berdampak kepada terganggunya stabilitas nasional, karena pelayanan publik di bidang kesehatan untuk masyarakat akan menjadi terdampak,” kata Ketua Umum PB IDI Moh. Adib Khumaidi, dalam pernyataan sikap, Ahad, 9 April 2023.
Adib menyebut PB IDI telah melakukan kajian secara seksama, mendalam dan komprehensif terhadap naskah RUU Kesehatan ini. Salah satu yang disorot Adib di RUU ini yaitu perkara hak imunitas dokter.
Seorang dokter yang melakukan sebuah pelayanan kesehatan menyelamatkan nyawa pasien, kata dia, haruslah memiliki hak imunitas yang dilindungi oleh Undang-Undang. Organisasi profesi seperti IDI, kata dia, berperan sebagai penjaga profesi untuk memberikan sebuah perlindungan hukum.
"Namun peranan organisasi profesi dihilangkan," kata Adib.
Apabila hak imunitas ini kemudian tidak didapatkan, kata dia, maka akan banyak para tenaga medis dan tenaga kesehatan dengan mudah untuk masuk ke dalam permasalahan hukum. Selain itu, hak imunitas tenaga kesehatan tersebut juga dinilai akan berdampak pada keselamatan pasien.
Pemerintah bantah RUU Kesehatan hilangkan perlindungan hukum bagi nakes
Sementara itu, juru bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril justru menyebut RUU yang dibentuk dengan metode Omnibus Law ini memberikan perlindungan hukum ekstra bagi para tenaga kesehatan.
"Hal ini tertuang dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dalam RUU yang sudah diserahkan oleh pemerintah kepada DPR RI pada Rabu (5 April) lalu," kata dia.
Menurut Syahril, tenaga kesehatan memang sudah sepatutnya mendapat haknya atas perlindungan hukum yang baik karena merupakan mitra strategis pemerintah dalam memenuhi hak dasar masyarakat untuk kesehatan. Pada RUU Kesehatan, kata dia, pemerintah mengusulkan tambahan substansi adanya hak bagi peserta didik untuk mendapatkan perlindungan hukum, yang tertuang dalam pasal Pasal 208E ayat 1 huruf a draft usulan pemerintah.
“Mulai dari statusnya sebagai peserta didik spesialis sudah berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum," kata Syahril.
Dalam RUU juga ada pengaturan substansi hak tenaga medis dan tenaga kesehatan untuk menghentikan pelayanan apabila mendapat perlakuan kekerasan fisik dan verbal.
Selanjutnya, hak nakes dalam UU Kesehatan saat ini tak dihilangkan