TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menyatakan partainya tetap konsisten menolak pengesahan Perpu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. PKS sempat melakukan walk out dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa, 21 Maret 2023.
"PKS sejak awal konsisten menolak UU Ciptaker. Untuk Perpu lebih tegas lagi penolakannya, karena keputusan MK mestinya dibahas bersama DPR," ujar Mardani saat dihubungi Tempo, Kamis, 23 Maret 2023.
Adapun UU Cipta Kerja sebelumnya telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi karena cacat formil dalam proses pengesahannya. Namun, Presiden Joko Widodo atau Jokowi merespon hal tersebut dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Cipta Kerja pada akhir tahun 2022.
Setelah tiga bulan berlalu, DPR RI melakukan pengesahan Perpu tersebut menjadi Undang-Undang. Mardani menyatakan partainya siap membantu pihak yang ingin kembali menggugat Perpu yang telah disahkan menjadi UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"PKS siap membantu para pihak yang memerlukan bahan atau bantuan. Terkait gugatan ke MK, monggo jika ada," ujar Mardani.
Integritas MK diragukan
Sementara itu, Koalisi sipil menyatakan masih pikir-pikir untuk mengajukan gugatan UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi. Salah satu penyebabnya, koalisi ragu terhadap integritas MK pasca Hakim Konstitusi Guntur Hamzah terbukti mengubah frasa putusan MK dan melanggar bagian dari penerapan prinsip integritas dalam sapta karsa hutama.
"Kami sendiri masih mengevaluasi MK bisa dipercaya atau tidak, karena terakhir kami melihat misalnya terdapat hakim yang memalsukan putusan, tapi hanya diberikan sanksi teguran lisan. Jadi kami meragukan MK sementara ini untuk sebagai mekanisme penguji UU," ujar perwakilan koalisi dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia M. Isnur.
Isnur juga menyebut intervensi dari legislatif dan eksekutif kepada MK sudah cukup besar. Hal itu terlihat saat pencopotan Hakim Aswanto oleh DPR karena menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Pemerintah juga dinilai tidak mengambil tindakan apapun atas kesewenangan DPR tersebut.
"Itu kan prosedur pencabutan hakim yang sangat buruk dalam sejarah MK. Jadi intervensi dari legislatif dan eksekutif sangat kuat sekali di MK. Jadi kami melihat ini MK sudah dihancurkan sedemikian rupa oleh oligarki, oleh Eksekutif, dan juga legislatif," kata Isnur.
Selain itu, keragu-raguan mengajukan uji materil ini juga muncul akibat preseden penerbitan Perpu Cipta Kerja oleh Presiden Jokowi setelah MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
"Pertanyaannya, kalau besok MK membatalkan kembali, Pemerintah akan melakukan hal yang sama? Jadi ini muter-muter, ya," ujar Isnur.
Atas dasar pertimbangan tersebut, Isnur mengatakan koalisi masih mengatur strategi untuk melawan UU Cipta Kerja yang telah diterbitkan DPR RI.
M JULNIS FIRMANSYAH
Pilihan Editor: Aliansi BEM UI Tolak Pengesahan Perpu Jadi UU Cipta Kerja