Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pencetus Terbitnya Supersemar, Pintu Masuk Pemerintahan Orde Baru, Begini Kronologinya

Sukarno dan Soeharto
Sukarno dan Soeharto
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Pada 11 Maret 1966, Presiden Sukarno memberikan Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar kepada Soeharto. Supersemar itu berisi instruksi dari Presiden Sukarno kepada Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban atau Pangkopkamtib Soeharto itu untuk mengatasi situasi dan kondisi yang tidak stabil dengan mengambil segala tindakan yang dianggap perlu.

Dikutip dari buku Misteri Supersemar (2006), penyerahan surat perintah tersebut disebabkan oleh ketidakstabilan keamanan negara yang dipicu peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September atau G30S pada dini hari 1 Oktober 1965.

Awal Terbitnya Supersemar

Supersemar lahir dari tuntutan mahasiswa pada 10 Januari 1966. Jakarta sebagai ibu kota negara dilanda demo besar-besaran yang menuntut pembubaran Partai komunis Indonesia (PKI) yang dianggap sebagai dalang dari peristiwa gerakan 30 September atau G30S.

Selanjutnya, tuntutan tersebut merupakan aksi protes mahasiswa terhadap pemerintahan orde lama yang lambat dan tidak tegas terhadap PKI, di antaranya

1. Bubarkan Partai Komunis Indonesia, karena Pemerintah dianggap lambat dalam mengambil sikap terhadap PKI yang dianggap terlibat dalam peristiwa G30S dan banyak tokoh komunis yang berada di dalam kabinet pemerintahan.

2. Rombak Kabinet Dwikora, karena Pemerintah dinilai tidak bisa mengendalikan kestabilan politik, ekonomi dan sosial. Menurut masyarakat, Presiden Soekarno lebih mementingkan perebutan Irian Barat dan urusan konfrontasi Indonesia-Malaysia.

3.Turunkan Harga, kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah kurang tepat yang membuat kestabilan ekonomi yang semakin memburuk.

Supersemar juga dikeluarkan untuk menstabilkan situasi ekonomi yang terpuruk, dimana harga-harga melambung tinggi. Oleh sebab itu, Soeharto mengutus M. Joesoef, Basoeki Rachmat, dan Amir Machmoed untuk menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor.

Kronologi Keluarnya Supersemar
Supersemar dilansir dari fib.unair.ac.id "Supersemar dan Kisah Baliknya" dikeluarkan ketika Presiden Sukarno tengah melakukan sidang pelantikan Kabinet Dwikora atau dikenal juga dengan Kabinet 100 Menteri. Menurut laporan Brigjen Sabur, sidang pelantikan kabinet tersebut terpaksa ditutup oleh Wakil Perdana Menteri II Dr.J. Leimena. Sementara itu, Presiden Sukarno pergi bersama Wakil Perdana Menteri I Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh dengan helikopter menuju Bogor.

Dari pertemuan di Istana Bogor tersebut, Presiden Soekarno kemudian membuat surat perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto yang pada waktu itu menjabat sebagai Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib). Surat tersebut ditulis pada tanggal 11 Maret 1966 yang kemudian dikenal sebagai Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Setelah supersemar dikeluarkan banyak peristiwa yang dilakukan oleh soeharto. Ia melakukan pembersihan terhadap anggota dan simpatisan PKI. Banyaknya jumlah pengikut dan simpatisan PKI membuat "Pembersih" itu tidak terkendali dan merambah di setiap daerah dan berujung pada pembunuhan massal.

Isi Supersemar
Presiden Soekarno menyetujui usulan tersebut dan tulislah surat perintah untuk memberikan kewenangan kepada Mayjen Soeharto. Surat tersebut dikenal dengan Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar. Tiga poin penting isi Supersemar, yaitu:

1. Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS. demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.

2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain dengan sebaik-baiknya.

3. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.

Seusai ditandatanganinya Supersemar, Soeharto membubarkan PKI yang dianggap sebagai dalang G30S dan menangkap 15 orang menteri yang diduga terlibat dalam peristiwa G30S. Seharusnya, setelah PKI dibubarkan dan pendukungnya ditangkap dan ditahan serta keamanan sudah stabil, maka pemegang Supersemar tidak lagi memiliki wewenang lagi.

Namun, MPRS justru mengukuhkan Supersemar sebagai Tap. No, IX/MPRS/1966 dalam sidang 20 Juni sampai 5 Juli 1966 sehingga Presiden Sukarno tidak bisa mencabutnya. Melalui pengukuhan ini Supersemar dijadikan sebagai tanda runtuhnya kekuasaan Soekarno dalam sejarah Indonesia dan awal bagi pemerintahan orde baru di bawah kepemimpinan Soeharto.

Pilihan Editor: 3 Poin Penting Supersemar Presiden Soekarno kepada Soeharto

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Iklan




Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.




Video Pilihan


Kiprah Abang-Adik, Mochtar Kusumaatmadja dan Sarwono Kusumaatmadja Menteri Andalan Soeharto

1 hari lalu

Sarwono Kusumaatmadja dan mantan Presiden Soeharto. TEMPO/Rully Kesuma, Dok. TEMPO/ Rini PWI
Kiprah Abang-Adik, Mochtar Kusumaatmadja dan Sarwono Kusumaatmadja Menteri Andalan Soeharto

Mochtar Kusumaatmadja dan Sarwono Kusumaatmadja menjadi menteri andalan pemerintahan Soeharto. Ini kiprah abang-adik cendekiawan itu.


Mantan Menteri Sarwono Kusumaatmadja Wafat, Pemakaman Dijadwalkan Minggu

2 hari lalu

Ketua Umum Yayasan Bhakti Bangsa Ir. Sarwono Kusumaatmadja berdiskusi di kantor Tempo, Jakarta, 22 Desember 2017. TEMPO/Nufus Nita Hidayati
Mantan Menteri Sarwono Kusumaatmadja Wafat, Pemakaman Dijadwalkan Minggu

Jenazah Sarwono Kusumaatmadja diperkirakan tiba di Jakarta pada Sabtu, 27 Mei 2023 pukul 15.00 WIB untuk disemayamkan di rumah duka.


Menteri Era Soeharto, Sarwono Kusumaatmadja, Wafat Hari Ini

2 hari lalu

Mantan Menteri Sarwono Kusumaatmadja berbagi kenangan dalam acara Mengenang Rahman Tolleng: Politik Garis Lurus di Ruang dan Tempo, Jakarta, Kamis, 7 Februari 2019. Sejumlah mantan pejabat dan aktivis politik turut hadir untuk berbagi kesan selama mengenal almarhum Rahman Tolleng. TEMPO/Charisma Adristy
Menteri Era Soeharto, Sarwono Kusumaatmadja, Wafat Hari Ini

Sarwono Kusumaatmadja pernah menjadi sekretaris di Fraksi Golkar pada usia 35 tahun.


Emil Salim Pernah Ungkap Soeharto Ingin Mundur Pada 1993, Ini yang Membatalkannya

3 hari lalu

Bob Sadino, bercelana pendek, bertemu dengan Soeharto. Istimewa
Emil Salim Pernah Ungkap Soeharto Ingin Mundur Pada 1993, Ini yang Membatalkannya

Pada Mei 1998, Presiden Soeharto lengser dari jabatannya. Menurut Emil Salim, Soeharto pernah ungkapkan ingin mundur 5 tahun sebelum reformasi.


Rocky Gerung Sebut Demokrasi Indonesia saat Ini Masih di Halaman Orde Baru

4 hari lalu

Rocky Gerung memberikan memaparan dalam diskusi publik bertajuk Obrolan Warung Kopi '25 Tahun Reformasi: Perlukah Reformasi Hadir Kembali?' yang diselenggarakan BEM UI di Pelataran Fakultas Hukum Kampus UI, Depok, Rabu, 24 Mei 2023. TEMPO/Ricky Juliansyah
Rocky Gerung Sebut Demokrasi Indonesia saat Ini Masih di Halaman Orde Baru

Rocky Gerung mengatakan transisi dari masa otoriter ke demokrasi di era reformasi terhalang, ia menilai saat ini masih di halaman orde baru.


Aktivis 1998 dan Reformasi yang Mengecewakan

4 hari lalu

Aktivis 1998 dan Reformasi yang Mengecewakan

Demonstrasi mahasiswa dari berbagai kampus 25 tahun lalu yang dikenal sebagai gerakan Reformasi 1998, mengakhiri 32 tahun kekuasaan Presiden Soeharto.


Imparsial Nilai Rencana Penambahan Kodam Bisa Langgengkan Pengaruh Militer Seperti Orde Baru

5 hari lalu

Wakil Direktur Imparsial, Gufron Mabruri (kedua kiri), Koordinator peneliti Imparsial, Ardi Manto Adiputra (paling kiri) dan peneliti senior Imparsial Anton Aliabbas (kedua kanan) saat jumpa pers terkait Peringatan HUT Ke-74 TNI, di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat 4 Oktober 2019. Antara Foto/Syaiful Hakim
Imparsial Nilai Rencana Penambahan Kodam Bisa Langgengkan Pengaruh Militer Seperti Orde Baru

Imparsial, menilai penambahan Kodam di semua provinsi menyiratkan ada kehendak untuk melanggengkan politik dan pengaruh militer seperti masa Orba


Soeharto's Authoritarianism Gone, but the Old Character Persist after 25 Years Reformasi

6 hari lalu

Soeharto's Authoritarianism Gone, but the Old Character Persist after 25 Years Reformasi

ACTIVISTS toppled President Soeharto in May 1998. Why does the authoritarianism character persist after 25 years reformasi?


Sehari Setelah Lengser Soeharto Mengurung Diri di Cendana, BJ Habibie Copot Prabowo sebagai Pangkostrad

6 hari lalu

Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998 setelah 32 tahun menjabat. wikipedia.org
Sehari Setelah Lengser Soeharto Mengurung Diri di Cendana, BJ Habibie Copot Prabowo sebagai Pangkostrad

BJ Habibie copot Prabowo Subianto sebagai Pangkostrad, Soeharto mengurung diri di Cendana. Peristiwa setelah sehari Soeharto lengser.


Mengenang Gubernur DKI Ali Sadikin, Lahir di Sumedang Berjaya di Jakarta

6 hari lalu

Jejak Kesenian Ali Sadikin
Mengenang Gubernur DKI Ali Sadikin, Lahir di Sumedang Berjaya di Jakarta

Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin menjadi salah satu gubernur yang sangat berpengaruh dalam pengembangan Jakarta menjadi kota metropolitan moderen.