TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat soal penundaan Pemilu 2024 telah melanggar hak konstitusi warga negara. Selain itu, putusan itu juga berpotensi mengakibatkan ketidakstabilan politik.
“Putusan itu berpotensi melanggar hak konstitusi warga negara untuk menggunakan hak pilihnya secara reguler setiap 5 tahun sekali,” kata Komisioner Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi di Jakarta, Selasa, 7 Maret 2023.
Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu mengatakan hak konstitusi warga negara untuk melakukan pemilihan 5 tahun sekali sudah diatur dalam konstitusi. Dengan adanya putusan itu, kata dia, hak konstitusi warga negara tersebut berpotensi terabaikan.
Putusan PN Jakarta Pusat
Sebelumnya, PN Jakarta Pusat mengeluarkan putusan kontroversial yang berpotensi menyebabkan tertundanya Pemilu 2024. Putusan itu bermula dari gugatan perdata yang diajukan Partai Prima terhadap KPU setelah mereka gagal lolos dalam verifikasi administrasi calon peserta Pemilu 2-24.
Partai Prima menilai KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyatakan partainya tidak memenuhi syarat dalam verifikasi administrasi tersebut.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai T Oyong pada Kamis, 2 Maret 2023 mengabulkan gugatan itu. PN Jakarta Pusat menghukum KPU untuk menghentikan tahapan Pemilu 2024 yang telah berjalan dan memulainya dari awal.
Majelis Hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum atau PMH ketika menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi. Selain itu, hakim juga menghukum KPU membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 500 juta kepada Partai Prima.
Langgar hak untuk mendapatkan pemimpin hingga sebabkan ketidakstabilan politik
Pramono menilai putusan itu tidak hanya melanggar hak konstitusi masyarakat untuk melakukan pemilihan umum. Dia mengatakan hak warga untuk mendapatkan pemimpin yang dipilih melalui proses demokratis juga akan terhalang.
“Padahal hak rakyat adalah mendapatkan pemimpin yang dipilih melalui proses yang demokratis, karena ada penundaan itu maka berpotensi hak rakyat untuk mendapatkan pemimpin yang dipilih oleh pemilihan demokratis itu dilanggar,” kata dia.
Pramono berkata penundaan pemilu juga memunculkan potensi ketidakstabilan politik. Dia berkata situasi itu bakal menyebabkan situasi politik dan keamanan yang penuh ketidakpastian. Menurut dia, dengan demikian hak masyarakat untuk hidup tenang juga menjadi terancam.
“Semua akan terganggu dengan situasi ini,” ujar dia.
Akibat putusan itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih melaporkan tiga hakim PN Jakarta Pusat ke Komisi Yudisial. Ketiga hakim itu dinilai telah melakukan pelanggaran kode etik. KPU pun menyatakan akan mengajukan banding atas putusan tersebut.