Bambang menilai apa yang dilakukan Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar ditujukan untuk membeberkan situasi HAM di Papua atas dugaan eksploitasi sejumlah perusahaan yang menyebabkan kerusakan di Papua.
Adapun pernyataan yang menyebutkan nama “Lord Lunut” di dalam kanal YouTube Haris Azhar adalah hasil dari riset. Apalagi, percakapan di kanal tersebut merupakan bentuk pernyataan atas dasar kepentingan publik yang harus dibuka seluas-luasnya. Pernyataan keduanya muncul karena situasi politik dan dugaan keterlibatan pejabat publik dalam ekstraktif industri di Indonesia yang mengakibatkan banyaknya faktor pelanggaran HAM yang terjadi di Papua.
“Tindakan penegak hukum yang dilakukan pada hari ini, 6 Maret 2023 potensial disebut didaulat sebagai hari kriminalisasi, jika kekuasaan masih terus memaklumatkan keangkuhannya dan memaksakan kepentingannya,” kata dia.
Penegak hukum melanggar hak konstitusi Haris dan Fatia
Padahal, ucap Bambang, hal tersebut melawan Konstitusi, UU HAM dan berbagai peraturan perundangan lainnya. Di dalam Konstitusi, khususnya di dalam Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945 dan di Pasal 44 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta di dalam Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 telah dikemukakan secara eksplisit.
“Ketiga pasal di atas menegaskan dengan sangat jelas dengan menyatakan ‘Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat’,” ujar dia.
Bambang mengatakan publik mengharapkan agar Jaksa Agung Burhanuddin untuk melakukan tindakan hukum yang mencerminkan perwujudan dari Negara Hukum yang demokratis sesuai konstitusi.
“Kejaksaan Agung mesti mengesampingkan perkara dua aktivis Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar dengan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2),” ujar dia.
Selanjutnya awal mula kasus pelaporan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti