TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) M Nur Ramadhan meminta Komisi Yudisial menggali motif hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutus penundaan Pemilu 2024.
"Menjadi catatan penting adalah bahwa jangan sampai hanya menilai soal putusannya tetapi bagaimana majelis hakim ini mengambil langkah putusan. Nah ini harus didalami oleh Komisi Yudisial," ujar Ramadhan Ahad 5 Maret 2023.
Menurut PSHK, penggalian motif bertujuan untuk mengurangi spekulasi adanya agenda penundaan Pemilu di masyarakat.
"Memang perlu dipertanyakan dan juga hal ini perlu diperdalam oleh pihak-pihak termasuk masyarakat sipil ya. Dalam hal ini untuk melihat apakah memang benar sesuai dengan apa yang mereka yakini atau di balik ini memang ada sesuatu yang terjadi," katanya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan kecurigaan penundaan Pemilu 2024 adalah hal yang wajar karena sebelumnya Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan, hingga Ketua MPR Bambang Soesatyo yang pernah mengungkapkan wacana penundaan Pemilu 2024 ke publik.
"Tentu kita masih ingat dan menjadi hal wajar jika masyarakat khawatir menanggapi putusan pengadilan negeri Jakarta pusat karena dua tiga tahun ke belakang banyak sekali politisi yang menggaungkan wacana penundaan pemilu misalnya Menkomarinves Luhut binsar Panjaitan dengan big datanya. Kemudian, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan juga Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin. Lalu ada Bahlil menteri BKPM kemudian baru-baru ini ada Ketua MPR Bambang Susatyo," ujarnya.
Sebelumnya, Juru Bicara Komisi Yudisal (KY) Miko Ginting menyampaikan pihaknya tengah mendalami putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat perihal putusan penundaan Pemilu pada persidangan perdata Partai Prima 2 Maret 2023. Rencananya Komisi Yudisial akan memanggil ketiga Hakim PN Jakarta Pusat yaitu T. Oyong, H. Bakri, dan Dominggus Silaban.
"Untuk itu, KY akan melakukan pendalaman terhadap putusan itu, terutama untuk melihat apakah ada dugaan pelanggaran perilaku yang terjadi. Salah satu bagian dari pendalaman itu bisa jadi dengan memanggil hakim untuk dimintakan klarifikasi." ujarnya dalam keterangan tertulis pada 3 Maret 2023.
KY juga telah berkomunikasi bersama Mahkamah Agung dalam mencermati substansi putusan yang dibuat oleh para Hakim tersebut
"Kami juga akan berkomunikasi dengan Mahkamah Agung terkait dengan putusan ini serta aspek perilaku hakim yang terkait."ucapnya.
Menurutnya, Putusan Pengadilan sudah seharusnya bersandar aspek demokratis, aspek aspirasi masyarakat secara sosiologis dan patuh pada Undang-Undang Dasar 1945.
"Putusan pengadilan tidak bekerja di ruang hampa karena ada aspirasi yang hidup di masyarakat secara sosiologis, ada aspek yuridis di mana kepatuhan terhadap UUD 1945 dan undang-undang sangatlah penting, serta pertimbangan-pertimbangan lain, seperti nilai-nilai demokrasi." ujarnya.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk menunda Pemilu 2024. Perintah tersebut tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Prima dengan tergugat Komisi Pemilihan Umum.
“Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan tujuh hari,” seperti dikutip dari salinan putusan, Kamis, 2 Maret 2023.
Putusan tersebut dibacakan oleh Majelis Hakim pada Kamis, 2 Maret 2023. Adapun Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan gugatan tersebut adalah T. Oyong, dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. Adapun perbuatan melawan hukum yang dimaksud adalah KPU menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu.
Selain penundaan, pengadilan juga menghukum KPU membayar ganti rugi materiil sebanyak Rp 500 juta. Pengadilan juga menyatakan bahwa penggugat, yakni Partai Prima adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi.
Pilihan Editor: PSI Dukung KPU Ajukan Banding atas Putusan Penundaan Pemilu