TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri, menyatakan pihaknya mendorong penguatan kolaborasi dan sinergi seluruh pemangku kepentingan untuk menurunkan tingkat korupsi di Indonesia. Menurut Fikri, penilai Indek Persepsi Korupsi (IPK) mencakup banyak variable capaian kinerja institusi serta situasi kondisi politik, ekonomi, maupun sosial masyarakat.
"Sehingga pencapaiannya pun menjadi tanggung jawab sekaligus peran bersama seluruh elemen bangsa," ucapnya dalam rilis tertulis, Kamis, 2 Februari 2023.
Fikri mengatakan pada aspek pendidikan antikorupsi, KPK berkolaborasi dengan banyak pihak baik di Kementerian atau Lembaga dan Pemerintah Daerah (KLPD) sebagai regulator.
"Sekolah atau perguruan tinggi sebagai lembaga penyelenggara pendidikan, hingga masyarakat sebagai objek sasaran dari pendidikan antikorupsi ini," ujarnya.
Sedangkan pada aspek pencegahan korupsi, kata Fikri, KPK telah membuat berbagai kajian, identifikasi dan rekomendasi ke berabagai pemangku kebijakan. Karena itu, dia meminta seluruh pihak berkomitmen menindaklanjutinya.
"Guna menutup celah-celah rawan korupsi. Sehingga kita bisa menciptakan praktik-praktik good governance," kata dia.
Soal aspek penindakan, kata Fikri, KPK bersama aparat penegak hukum lainya harus memastikan pelaksanaannya sesuai ketentuan dan prosedur hukum. Tujuannya kata Fikri, agar ada berikan efek jera.
"Memberikan efek jera para pelakunya dan pengoptimalan pemulihan kerugian keuangan Negara (asset recovery)," tulisnya.
Sebelumnya, lembaga Transparency International menyatakan IPK Indonesia tahun 2022 melorot. Dalam penilaian tersebut, Indonesia mendapatkan angka 34 yang menunjukkan penurunan empat poin dari 2021 yaitu 38. Poin tersebut juga membuat posisi IPK Indonesia melorot ke posisi 110 dari 180 negara. Padahal pada 2021 Indonesia berada di posisi 96.
Transparency International Indonesia (TII) menyatakan penurunan ini merupakan yang paling drastis sejak era reformasi. Menurut mereka, skor Indeks Persepsi Korupsi ini dihasilkan dari pandangan para pebisnis terkait masalah penegakan hukum dan kebijakan pemerintah. Para pengusaha menilai lemahnya penegakan hukum karena acapkali aparat penegak hukum yang ikut cawe-cawe sehingga terjerat tindak pidana korupsi. Sementara soal kebijakan, pemerintah dinilai kerap membuat kebijakan yang hanya menguntungkan kelompok tertentu saja.
Presiden Jokowi pun irit bicara soal melorotnya Indeks Persepsi Korupsi tersebut. Dia hanya menyatakan bahwa hal tersebut akan menjadi bahan evaluasi pemerintah.
"Iya, itu akan menjadi koreksi dan evaluasi kami bersama," kata Jokowi dalam keterangannya, Kamis, 2 Februari 2023.