TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Negeri (PN) Surabaya akan menggelar sidang perdana Tragedi Kanjuruhan pada hari ini, Senin, 16 Januari 2023. Namun PN Surabaya melarang sidang tersebut disiarkan langsung alias tertutup. Selain itu, pengunjung sidang juga akan dibatasi.
Kuasa hukum Tim Gabungan Aremania (TGA) mengungkapkan pihak Aremania merasa kecewa dengan keputusan PN Surabaya tersebut. Apalagi suporter Arema juga dilarang hadir. Dalihnya, untuk menghindari kemungkinan adanya kericuhan.
“Tentunya teman-teman kecewa,” kata Sekretaris Jenderal Federasi Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Federasi Kontras) Andi Irfan saat dihubungi, Ahad, 15 Januari 2023.
Namun, Andi Irfan mengatakan kerabat dan penyintas bersama rekan-rekan Aremania akan menghadiri sidang secara langsung. “Akan ada yang hadir, tetapi tidak dengan memakai atribut Aremania,” kata Andi Irfan.
Kronologi Tragedi Kanjuruhan, 1 Oktober 20222
Sabtu, 1 Oktober 2022 jadi hari berduka bagi sepak bola di Indonesia. Ratusan orang tewas dalam kericuhan pasca pertandingan Arema FC vs Persebaya. Para penonton disebut turun ke lapangan, entah untuk ricuh atau memberi selamat. Tapi aparat kemudian menembakkan gas air mata yang menyebabkan penonton panik.
Lalu seperti apa sebenarnya kronologi kejadian Tragedi Kanjuruhan ini?
Enam hari berselang, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo akhirnya memaparkan kronologi kejadian Tragedi Kanjuruhan. Runtutan kisah itu didapatkan pihak kepolisian setelah tim melakukan pemeriksaan dan pendalaman.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan tim dan pendalaman, ada beberapa hal yang harus saya sampaikan sebagai bagian kronologis,” kata Kapolri saat konferensi pers, Kamis malam, 6 Oktober 2022.
Bermula pada 12 September 2022, Panitia Pelaksana Arema FC mengirim surat kepada Polres Malang terkait permohonan rekomendasi pertandingan Arema FC vs Persebaya dilaksanakan 1 Oktober 2022 pukul 20.00 WIB. Polres meminta panitia mengubah jadwal menjadi pukul 15.30 WIB karena pertimbangan faktor keamanan.
Namun permintaan Polres Malang ditolak PT Liga Indonesia Baru (LIB) karena alasan masalah penayangan siaran langsung hingga kerugian ekonomi. “Oleh karena itu, Polres menyiapkan 2.034 personel dari awal rencana 1.073 dan hanya suporter Aremania yang diperbolehkan hadir,” ujar Kapolri.
Laga Arema FC vs Persebaya berjalan pada pukul 20.00 WIB dengan skors akhir 3-2 untuk kemenangan Persebaya. Suporter kemudian masuk lapangan usai laga sehingga aparat melakukan pengamanan mengerahkan empat unit barakuda untuk ofisial dan pemain Persebaya.
“Evakuasi berjalan lancar hampir sejam karena sempat ada pengadangan dari massa. Namun evakuasi yang dipimpin Kapolres Malang berjalan lancar,” katanya.
Sementara di dalam stadion semakin banyak penonton yang masuk ke lapangan sehingga anggota pengamanan mengerahkan kekuatan dengan perlengkapan penuh, termasuk untuk mengamankan penjaga gawang Arema FC Adilson Maringa.
Untuk mencegah semakin banyak penonton yang turun ke lapangan, beberapa personel menembak gas air mata. Terdapat 11 personel menembak gas air mata ke tribun selatan dengan tujuh tembakan, tribun utara satu tembakan, dan tiga tembakan ke lapangan. Inilah yang membuat para penonton terutama di tribun panik kemudian berusaha meninggalkan arena.
“Dari situlah muncul banyak korban mengalami patah tulang, trauma, kepala retak, dan sebagian meninggal karena asfiksia,” ujarnya.
Hingga saat ini enam orang telah ditetapkan tersangka Tragedi Kanjuruhan. Mereka adalah Direktur Utama LIB Ahmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Arema Malang Abdul Haris, dan Security Officer Steward Suko Sutrisno. Ketiganya disangkakan melanggar ketentuan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 dan/atau Pasal 103 ayat (1) juncto Pasal 52 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Tiga tersangka lainnya dari unsur kepolisian, yakni Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, dan Komandan Kompi (Danki) Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman. Mereka melanggar ketentuan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan, Komnas HAM Sebut Gas Air Mata sebagai Penyebab Jatuhnya Korban
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.