TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah selesai melakukan investigasi Tragedi Kanjuruhan. Hasilnya, mereka menilai penggunaan gas air mata merupakan faktor krusial yang mengakibatkan jatuhnya korban dalam peristiwa yang terjadi pasca laga BRI Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022 tersebut.
Hasil investigasi tersebut dipaparkan oleh Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, pada Selasa, 1 November 2022.
"Banyak korban yang kami temukan dengan wajah dan mata memerah dan lebam," ujar Beka di kantor Komnas HAM.
Cedera wajah dan mata memerah pada korban itu, menurut Beka, diakibatkan paparan langsung gas air mata.
Korban juga mengalami luka fisik
Selain cedera akibat gas air mata, Beka juga menjelaskan bahwa Komnas HAM juga menemukan berbagai luka fisik pada korban. Misalnya saja seperti patah tulang, memar, dislokasi, dan lain sebagainya.
"Bahkan ada satu korban meninggal yang kami temui ada retak di tulang tengkoraknya," kata dia.
Gas air mata yang digunakan kedaluwarsa
Terkait penggunaan gas air mata, Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, juga menambahkan hasil uji laboratorium mengkonfirmasi gas air mata yang digunakan sudah kedaluwarsa. Ia menjelaskan gas air mata tersebut seharusnya terakhir digunakan pada tahun 2019.
"Dari penjelasan ahli kimia yang kami temui, semua produk yang kadaluarsa sudah berubah komponen kimia penyusunnya. Sehingga, tentu akan berbahaya jika terkena manusia sama seperti makanan," ujar Anam.
Selain itu, Komnas HAM juga menemukan bahwa penggunaan gas air mata oleh aparat kepolisian itu menyalahi prosedur. Pasalnya, personil di lapangan tak berkoordinasi dengan Kapolres Malang yang menjadi penanggung jawab.
Penggunaan gas air mata dipermasalahkan sejak awal
Penggunaan gas air mata ini sejak awal dipermasalahkan berbagai lembaga. Pasalnya, induk organisasi sepak bola dunia, FIFA, melarang penggunaan senjata pengurai massa tersebut di dalam stadion.
Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan, dalam wawancara dengan Tempo sempat menyatakan pihaknya baru akan membicarakan dengan polisi soal prosedur pengamanan khusus pertandingan sepak bola.
Amnesty Internasional dalam studinya juga menyebabkan bahwa gas air mata bisa menyebabkan kematian jika terhirup ke dalam tubuh korban. Meskipun demikian, polisi membantah jika korban Tragedi Kanjuruhan meninggal akibat gas air mata.