TEMPO.CO, Jakarta - Orang tua terduga pelaku penculikan dan pembunuhan dengan motif jual organ tubuh korban mengaku kaget dengan perbuatan anaknya.
"Kami tidak tahu sama sekali ada apa ini, anak ku dijemput polisi. Baru tahu di kantor polisi, saya tidak tahu apa yang diperbuat, di kantor polisi baru diberitahu culik anak-anak dan membunuh," kata orang tua MF selesai diperiksa polisi kemarin.
Kini ayah MF itu mengaku kehidupannya tak menentu pascakejadian perusakan rumah mereka akibat peristiwa pembunuhan oleh anaknya itu.
Baca juga: 2 Remaja Lakukan Penculikan dan Pembunuhan karena Tergiur Iklan Penjualan Organ Tubuh di Internet
"Sekarang pindah, ke rumah kos, keluarga juga tidak mau ada di rumahnya. Kami pasrah atas kejadian ini," kata pria yang berprofesi sebagai pemulung itu.
MF merupakan salah satu terduga pelaku penculikan dan pembunuhan di Makassar, Sulawesi Selatan. Polisi membekuk MF di rumahnya, Kompleks Kodam Lama, Borong, Kecamatan Manggala.
Seorang terduga pelaku lainnya adalah AD yang ditangkap di rumahnya di Kecamatan Panakkukang, Senin, 9 Januari 2023. Penangkapan ini dilakukan setelah polisi menganalisis video CCTV yang merekam keduanya menculik korban.
Dalam pengakuannya, AD mengaku terobsesi menjadi kaya dan tergiur mendapatkan uang miliaran rupiah setelah terpengaruh konten negatif di situs internet luar negeri terkait penjualan organ tubuh.
AD dan MF menculik seorang anak yang mereka kenal. Setelah penculikan mereka pun membunuh korban dan membuang jasadnya di sekitar Waduk Nipa-Nipa, Kecamatan Moncongloe, perbatasan Kabupaten Maros.
Kepala Seksi Humas Polrestabes Makassar Komisaris Lando Sambolangi mengatakan jika salah satu pelaku sudah berusia di atas 18 tahun atau sudah dewasa.
"Untuk usia bisa saya sampaikan, bahwa awal penyidikan diperoleh keterangan bahwa kedua pelaku masih di bawah umur. Tapi, setelah kami mendapatkan kutipan akte kelahiran dari orang tua para pelaku, ternyata satu orang yang inisial MF itu telah berusia 18 tahun lebih," ujar Lando.
Ia menerangkan salah seorang pelaku berinisial MF awalnya disangka berusia 14 tahun, namun dari akte kelahiran yang dibawa orang tuanya lahir pada 5 November 2004 sehingga jika dihitung usianya sudah lebih dari 18 tahun atau masuk usia dewasa.
"Sedangkan pelaku lain dengan inisial AD, lahir 28 Agustus 2005 atau berusia 17 tahun," ungkap Kompol Lando.
Mengenai penerapan hukum pidana bagi para terdakwa setelah terungkap satu diantaranya sudah masuk umur dewasa 18 tahun, kata dia, tetap dikenakan pasal 80 ayat 3 Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau pasal 340 KUHP subsider pasal 338 KUHP subsider pasal 170 ayat 3 dengan ancaman pidana paling lama 10 tahun.
"Pasal tetap sama, cuma mekanisme penahanannya berbeda. Dia kan (MF) melakukan juga diancam Undang-undang Perlindungan Anak pasal 80, statusnya kan sudah dewasa jadi tidak diperlakukan sistem peradilan anak," papar dia.
Terkait temuan itu, Lando mengatakan berkas akan dipisah (split) begitu juga masa penahanannya.
"Penerapan hukuman tentu berbeda, berkasnya dipisah. Untuk masa penahanan kalau anak tujuh hari, dan bisa diperpanjang delapan hari sesuai Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang Peradilan Anak apabila belum P21 (rampung) ," tuturnya kepada wartawan.
"Apabila sudah dewasa masa penahanannya 20 hari, dan bisa diperpanjang 40 hari, selama berkas belum dirampungkan atau P21 dari 20 hari penahanan pertama," kata dia.
Lando mengatakan keduanya saat masih di tahan di Satuan Reskrim Polrestabes Makassar karena belum 15 hari. Selain itu, pelaku anak dibawa umur akan dibawa ke rumah aman untuk pemulihan psikologi. Soal hasil visum dan tes psikologi masih ditunggu.
"Hasil visum akan diberikan ke penyidik, tidak bisa dibuka umum karena belum keluar, nanti diserahkan penyidik. Begitupun hasil psikologis dari Bagian Psikolog Polda Sulsel juga belum ada kesimpulan, masih dalam proses," ujarnya.
Baca juga: Polda Metro Jaya Temukan Saksi Penting Kasus Mutilasi di Bekasi