TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY menyampaikan sikap partainya ihwal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP baru dalam pidato awal tahun 2023. Dia menjelaskan, KUHP Indonesia memang sudah perlu diperbaiki mengingat sudah lebih dari 100 tahun digunakan sejak zaman pendudukan Belanda.
Kendati demikian, AHY menyoroti sejumlah pasal karet yang masih terkandung dalam KUHP. Contohnya, kata dia, pasal mengenai penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden, pasal soal demonstrasi dan unjuk rasa, hingga pasal yang berpotensi mengancam kebebasan pers.
“Jangan sampai pasal kontroversial tadi digunakan sebagai alat kekuasaan untuk menggembok dan menggebuk lawan politik maupun membungkam suara kritis rakyat. Apalagi mengkriminalisasi rakyat sendiri,” kata AHY di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Kamis, 12 Januari 2023.
AHY tidak ingin rakyat ditangkapi karena berbeda pendapat dengan pemimpinnya. Ia juga berharap masyarakat tidak takut untuk bersuara di negerinya sendiri.
Oleh sebab itu, AHY meminta kepada pemerintah khususnya aparat penegak hukum agar bijaksana dan tidak sewenang-wenang kala mengimplementasikan KUHP di lapangan. Jangan sampai, dia melanjutkan, KUHP baru ini malah menghancurkan pilar demokrasi yang diperjuangkan bersama.
Partai Demokrat disebut AHY juga mengajak seluruh pihak untuk tetap menyuarakan pendapatnya dengan cara yang baik.
“Jangan takut bersuara, itu adalah hak kita sebagai warga negara sekaligus tanggung jawab moral kita sebagai anak bangsa,” ujarnya.
Sebelumnya, DPR resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dalam rapat paripurna ke-11 yang digelar pada Selasa, 6 Desember 2022. Rapat pengesahan RKUHP dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.
“Kami menanyakan kepada seluruh peserta sidang, apakah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dapat disahkan jadi Undang-Undang?,” tanya Dasco diiringi jawaban setuju oleh peserta rapat, Selasa, 6 Desember 2022.
Sebelum disahkan, Ketua Komisi III, Bambang Wuryanto, memaparkan proses pembentukan RKUHP yang merupakan carry over dari DPR periode sebelumnya, Menurut dia, RKUHP membawa misi dekolonialisasi, konsolidasi, dan harmonisasi hukum pidana.
“RUU KUHP merupakan upaya rekodifikasi, terbuka terhadap seluruh ketentuan pidana dan menjawab seluruh perkembangan yang ada di masyarakat saat ini,” kata Bambang.
Dia mengatakan pembahasan RKUHP digelar secara terbuka dan penuh hati-hati, termasuk pasal-pasal yang dianggap kontroversial. Bambang menyebut penyempurnaan RKUHP dilakukan secara holistik dengan mangakomodasi masukan dari masyarakat.
Menurut dia, eksistensi RKUHP menjadi penting untuk mereformasi hukum sesuai tujuan pembangunan nasional dan mewujudkan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur.
“Kami berpandangan sangat dibutuhkan bangsa dan negara dalam melakukan reformasi di bidang hukum sebagaimana tujuan pembangunan nasional dan menciptkan masyarakat yang adil dan makmur, serta sesuai dengan prinsip dan kesamaan HAM,” kata dia.
Penolakan terhadap KUHP baru tak kunjung redam meski telah disahkan. Aliansi Reformasi KUHP beberapa kali menggelar aksi penolakan di depan Gedung DPR.
Mereka menilai KUHP masih mengandung sejumlah pasal karet yang berpotensi merugikan masyarakat. Adapun KUHP baru ini bakal resmi berlaku pada tiga tahun mendatang.
Baca: Pemerintah Gandeng Pakar Hukum Lintas Universitas Sosialisasikan KUHP Baru