TEMPO.CO, Jakarta - Pendamping Komunitas Transpuan Indonesia Hartoyo menyayangkan pernyataan Wali Kota Medan Bobby Nasution yang melarang keberadaan LGBT di kotanya. Menurut Hartoyo, Bobby semestinya paham bahwa ranah personal, termasuk identitas, tidak perlu diurus seorang pejabat publik.
Sebagai wali kota, Hartoyo mengatakan Bobby mesti tahu bahwa rakyatnya sangat beragam, baik dari agamanya, suku, ras, pun dengan orientasi seksual.
“Apakah seorang warga homoseksual atau heteroseksual, transgender atau tidak, menikah atau tidak menikah, beribadah atau tidak beribadah itu semua bukan wewenang atau tugas wali kota untuk turut masuk dan mengatur,” kata Hartoyo dalam keterangannya, Jumat, 6 Januari 2023.
Dia menjelaskan, keberagaman gender dan identitas ada di kota mana pun di Indonesia. Bahkan, komunitas ini sudah ada jauh sebelum Bobby jadi wali kota maupun menantu Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Baca juga: Soal Terpilihnya Ketua Golkar Kota Medan, Musa Rajekshah: Tidak Ada Politik Balas Dendam
Bahkan, dia melanjutkan, gender non mainstream justru hidup dan dihargai sebagai bagian dari masyarakat Indonesia. Ia mencontohkan budaya Bissu di Bugis, budaya Warok-Gemblak di Ponorogo, dan Lengger Lanang di Banyumas.
Hartoyo turut mencontohkan legenda Boru Nantinjo yang hidup di tanah Batak. Dia menyebut Boru Nantinjo merupakan sosok yang digambarkan sebagai bukan laki-laki maupun perempuan.
“Ketika Bobby sebagai bagian dari etnis Batak, di tanah Batak sendiri ada legenda yang diberi nama Boru Nantinjo,” ujarnya.
Boru Nantinjo, kata Hartoyo, justru disucikan dalam adat masyarakat Batak Toba. Oleh sebab itu, pernyataan Bobby bahwa Kota Medan melarang atau anti-LGBT malah mengingkari keragaman budaya nusantaranya sendiri.
Di sisi lain, Hartoyo mengatakan pernyataan Bobby malah berpotensi melahirkan diskriminasi dan peminggiran terhadap warga berdasarkan perbedaan orientasi seksual dan gendernya. Adapun jelang tahun politik, pernyataan Bobby ini dinilai berpotensi dipakai politikus jahat untuk menghancurkan rasa persaudaraan menggunakan identitas keberagaman bangsa ini.
“Semestinya Bobby sebagai pejabat publik memahami situasi itu, sehingga tidak perlu membuat pernyataan yang berpotensi meminggirkan kelompok yang sudah rentan secara sosial, ekonomi maupun politik,” kata dia.
Menurut Hartoyo, Bobby mestinya berfokus mengurusi hal-hal yang berhubungan dengan kesejahteraan rakyat, seperti asuransi kesehatan, jaminan hari tua, pendidikan yang berkualitas, hingga tempat tinggal yang aman dan layak.
“Termasuk bagaimana setiap anak dan perempuan di kota Medan terbebas dari segala bentuk kekerasan dan kekerasan seksual. Hal-hal mendasar itulah yang harus diurusi dan dipastikan oleh Bobby sebagai wali kota dapat diakses oleh warga kota Medan,” ujarnya.
Hartoyo mengingatkan bahwa saat Bobby terpilih menjadi Walikota Medan, ada suara LGBT di dalamnya. Mereka, kata Hartoyo, berharap pada Bobby sebagai Walikota terpilih untuk mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik.
“Mereka (komunitas LGBT) berharap pada wali kota terpilih ada perubahan kesejahteraan yang lebih baik dan dihargai martabat kemanusiaan mereka sebagai manusia maupun warga Kota Medan,” kata Hartoyo.
Selanjutnya, transpuan ikut Pemilu...