TEMPO.CO, Jakarta - Tiga terdakwa kasus korupsi dana bantuan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dituntut hukuman 4 tahun penjara. Ketiga terdakwa ini adalah Presiden ACT Ibnu Khajar, mantan Presiden ACT Ahyudin, serta satu petinggi lainnya, Hariyana Hermain.
Jaksa penuntut umum (JPU) meyakini Ahyudin bersalah melakukan penyelewengan dan penggelapan atas dana bantuan sebesar Rp 117 miliar dari donasi Boeing untuk keluarga atau ahli waris korban kecelakaan Lion Air 610.
"Menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa Ahyudin, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana," kata jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 27 Desember 2022.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ahyudin dengan pidana selama 4 tahun penjara," tambahnya.
Dalam sidang ini, mereka hadir secara online dari Rutan Bareskrim Polri. Dalam sidang yang singkat mereka hanya menyetujui adanya pledoi atau pembelaan yang akan dilangsungkan Selasa depan 3 Januari 2022.
Yayasan sosial ACT diduga menyelewengkan dana para donatur diamanatka oleh mereka. Kasus tersebut diungkap oleh Majalah Tempo edisi 2 Juli. Dalam edisi tersebut Majalah Tempo menjabarkan bagaimana awal mula dugaan penyalahgunaan dana umat itu berasal.
Polisi lantas menetapkan empat orang petinggi dan mantan petinggi ACT sebagai tersangka. Mereka adalah Presiden ACT Ibnu Khajar, mantan Presiden ACT Ahyudin , serta dua petinggi lainnya, Hariyana Hermain dan Novariandi Imam Akbari.
Keempatnya diduga menggelapkan dana bantuan dari masyarakat yang seharusnya mereka salurkan. Diantaranya adalah dana yang didapat dari keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610.
Ahyudin cs dituding menggelapkan dana bantuan masyarakat itu dengan memperbesar gaji mereka sendiri. Gaji para petinggi ACT disebut sempat mencapai Rp 250 juta per bulan. Ada juga dana yang digunakan para petinggi itu untuk kepentingan pribadinya dengan dalih dipinjam.
Selain itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK mengungkapkan salah satu muara penyelewengan dana umat adalah ditujukan kepada sejumlah aktivitas yang diduga sebagai aksi terorisme. PPATK telah menyerahkan hasil pemeriksaan transaksi ACT ke beberapa lembaga aparat penegak hukum, seperti Densus 88 Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Keempatnya pun disangkakan Pasal Tindak Pidana Penggelapan dan/atau Penggelapan dalam Jabatan dan/atau Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Tindak Pidana Yayasan dan/atau Tindak Pidana Pencucian Uang Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP, lalu Pasal 374 KUHP.
Selain itu, Ibnu Khadjar cs disangkakan Pasal 45 a ayat 1 juncto Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kemudian Pasal 70 ayat 1 dan ayat 2 juncto Pasal 5 Undang-Undang Yayasan, lalu Pasal 3, 4, 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP.
Selain Ahyudin, Ibnu Khadjar, dan Heriyana Hermain, kasus ini juga menjerat Sekretaris ACT periode 2009-2019, Novriadi Imam Akbari. Sidang Novriadi baru digelar awal Desember ini karena berkasnya dilimpahkan belakangan.
Baca: Intip Gaji 4 Petinggi ACT yang Resmi Jadi Tersangka Penyelewengan Dana