TEMPO.CO, Jakarta - Mantan asisten pribadi Ferdy Sambo, Kompol Chuck Putranto, mengira kedatangan anggota Provos yang membawa senjata api laras panjang ke rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022, terkait dengan sidang etik Raden Brotoseno.
Hal ini diungkapkan Chuck Putranto saat menjadi saksi mahkota untuk Irfan Widyanto, terdakwa perkara obstruction of justice pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 23 Desember 2022.
Chuck, mantan komisaris polisi Pejabat Sementara Kepala Subbagian Audit Bagian Penegakan Etika Biro Pertanggungjawaban Profesi Divisi Propam Polri, awalnya ditelepon oleh Kepala Biro Provos Brigadir Jenderal Benny Ali saat itu pada pukul 17.30 WIB. Namun Benny Ali hanya menanyakan posisinya. Chuck menjawab ia masih di kantor. Lalu Benny Ali langsung menutup telepon. Kemudian eks Kepala Biro Paminal Hendra Kurniawan juga menelepon dan menanyakan posisinya. Hendra tidak memberitahukan apapun setelah mengetahui posisi Chuck.
Setelahnya, Chuck mendapat informasi dari stafnya yang melihat anggota Provos membawa senjata laras panjang ke rumah Ferdy Sambo. Chuck mengaku tidak tahu untuk apa Provos membawa senjata laras panjang ke rumah dinas Kadiv Propam atau siapa yang memberi perintah.
“Kalau ada anggota membawa senjata panjang menandakan kejadian apa?” tanya hakim ketua.
“Yang pasti dalam pemahaman kami berarti ada situasional yang genting,” jawab Chuck.
Kemudian Chuck menghubungi ajudan Ferdy Sambo yang sedang piket jaga saat itu, Adzan Romer, untuk menanyakan kejadian tersebut. Panggilan tidak terjawab. Ia pun menghubungi ajudan Ferdy Sambo lain yang sedang tidak piket, Daden Miftahul Haq. Daden menjawab tidak ada apa-apa.
Chuck pun berinisiatif menuju ke rumah dinas Ferdy Sambo bersama Pekerja Harian Lepas (PHL) bernama Ariyanto menggunakan sepeda motor. Ia berpikir anggota Provos yang membawa senjata laras panjang ke rumah dinas Kadiv Propam berkaitan dengan keputusan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Raden Brotoseno beberapa jam sebelumnya.
Pada Januari 2017 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Ajun Komisaris Besar Polisi Raden Brotoseno lima tahun penjara dan dikenai denda sebesar Rp 300 juta karena terlibat praktik korupsi (suap). Brotoseno diketahui kembali aktif menjadi anggota Polri, bahkan pernah memandu sebuah acara Direktorat Siber Bareskrim Polri yang ditayangkan lewat saluran YouTube. Hal ini menimbulkan polemik di masyarakat yang mempertanyakan keseriusan Polri dalam memberantas tindak pidana korupsi.
“Kenapa saudara merapat ke situ. Apa saudara disuruh ke situ?” tanya hakim.
“Tidak Yang Mulia. Jadi kami berpikir saat itu sebelum pukul 13.30 WIB saat itu ada sidang kode etik peninjauan kembali AKBP Brotoseno. Jadi kami beranggapan apa ini dampak dari putusan itu. Jadi kami berangkat ke sana,” jawab Chuck.
Ferdy Sambo bersama enam mantan anggota kepolisian lain didakwa karena merintangi penyidikan kasus pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, yang dibunuh di rumah dinas Sambo pada 8 Juli 2022. Selain Ferdy Sambo, enam terdakwa lain adalah Hendra Kurniawan, Agus Nur Patria, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, Irfan Widyanto, dan Arif Rachman Arifin, didakwa dengan dakwaan primer Pasal 49 jo Pasal 33 UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan/atau dakwaan primer Pasal 233 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
EKA YUDHA SAPUTRA | MUTIA YUANTISYA
Baca: Chuck Putranto Tak Berani Tanya Ferdy Sambo saat Lihat Mayat Brigadir J