TEMPO.CO, Jakarta -Wakil Presiden Ma'ruf Amin menolak usulan dari sejumlah masyarakat di Papua dan Papua Barat ketika dirinya berkunjung ke sejumlah kota di daerah tersebut beberapa waktu lalu. Di sana, Ma'ruf menyebut ada permintaan dari masyarakat setempat untuk menambah dua provinsi lagi, satu di Papua dan satu di Papua Barat.
"Saya bilang kita selesaikan dulu yang sudah ada, kita bangun dulu dengan baik," kata dia dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa, 20 Desember 2022.
Sebelumnya, DPR juga mengesahkan UU Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Tengah, pada 30 Juni. Ini adalah pemekaran dari Provinsi Papua. Kemudian pada 17 November, DPR mengesahkan lagi Provinsi Papua Barat Daya, hasil pemekaran dari Provinsi Papua Barat. Sehingga saat ini Indonesia memiliki 38 provinsi.
Terakhir pada 8 Desember, Presiden Joko Widodo resmi meneken Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya, daerah baru yang merupakan hasil pemekaran dari Provinsi Papua Barat. Dalam poin pertimbangan, UU ini dibuat untuk pemerataan pembangunan di berbagai daerah kota yang ada di Papua Barat Daya.
"(Serta) untuk mengangkat harkat dan martabat Orang Asli Papua," demikian poin pertimbangan dalam UU tersebut. Beleid ini diteken Jokowi pada 8 Desember 2022 dan diundangkan pada hari yang sama.
Pendekatan Humanis
Adapun penjelasan soal usulan provinsi baru di Papua dan Papua Barat disampaikan Ma'ruf ketika berbicara tentang pendekatan humanis dalam menangani kekerasan di Papua. Pendekatan humanis ini adalah janji Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.
Ma'ruf meminta Yudo untuk lebih tegas dalam menghadapi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua. Ma'ruf menyebut sikap lebih tegas ini memang banyak disuarakan oleh berbagai pihak ke pemerintah. "Untuk menjaga dan melindungi masyarakat Papua, walau hanya di daerah tertentu saja," kata dia.
Janji pendekatan humanis Yudo, kata Ma'ruf, sebenarnya juga jadi komitmen pemerintah dalam berbagai rapat koordinasi tentang Papua. Pemerintah terus berkomitmen menghadapi masalah kekerasan di Papua dengan pendekatan teritorial dan hukum.
"Tetapi karena banyaknya, masih adanya, kekerasan-kekerasan yang dilakukan oleh KKB, mungkin ada langkah-langkah yang lebih tegas lagi," kata Ma'ruf.
Meski demikian, Ma'ruf, yang juga Ketua Badan Pengarah Badan Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua, tidak sepakat kalau frasa yang digunakan adalah kekerasan di Papua. Sebab, kekerasan tidak terjadi di seluruh Papua.
"Hanya di daerah tertentu saja," kata dia. Walau kekerasan hanya di daerah tertentu saja, Ma'ruf menyebut tindakan lebih tegas tetap harus dilakukan untuk menghadapi KKB.
Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini berkaca pada perjalanan 5 hari yang dilakukannya ke sejumlah kota di Papua baru-baru ini. Dari Jayapura, Merauke, Timika, Kaimana, hingga Biak. Tapi alih-alih menjelaskan kondisi keamanan di daerah yang dikunjungi, Ma'ruf malah menyinggung aspirasi untuk provinsi baru.
"Semua bahkan minta tambah provinsi baru lagi," kata Ma'ruf Amin. Padahal, pemerintah sudah menyetujui tiga provinsi baru di Papua dan satu di Papau.
Baca Juga: Wapres Ma'ruf Amin Minta Yudo Margono Lebih Tegas ke KKB: Masih Banyak Kekerasan