TEMPO.CO, Jakarta - Perwakilan warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Mbah Sumarsono mengatakan warga yang menolak tambang andesit di daerah itu tidak akan mundur dan menyerahkan tanah yang turun temurun menghidupi mereka dengan cukup dan menjaga kelestariannya. "Kami tidak mundur," kata dia dalam acara Kuliah Bersama Rakyat yang digelar di Desa Wadas pada Sabtu, 17 Desember 2022 lalu.
Warga Desa Wadas selama ini terkenal dengan penolakannya terhadap rencana tambang andesit di wilayahnya. Tambang itu rencananya akan digunakan untuk bahan pembangunan Bendungan Bener yang masih berlokasi di Kabupaten Purworejo.
Acara Kuliah Bersama Rakyat ini digelar untuk melawan berbagai upaya memecah belah masyrakat yang diduga telah dilakukan pemerintah.
Baca juga: Warga Wadas Ajukan Gugatan Terhadap Dirjen Minerba ESDM ke PTUN Jakarta
Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas yang menjadi pembicara di acara itu mengingatkan pentingnya menjaga akal sehat dan kelestarian lingkungan yang dilakukan warga Wadas.
Hal tersebut musti dilakukan sebagai bagian dari rasa syukur dan mencegah keserakahan dan ketamakan.
“Melalui peran serta masyarakat sipil, seperti Muhammadiyah, NU, dan kampus, kita terus menyuarakan pendidikan dan kesadaran warga melalui agenda KBR," kata Busyro saat memberikan sambutan di acara Kuliah Bersama Rakyat itu.
Peneliti Pusat Studi Agraria Institut Pertanian Bogor (PSA IPB) yang juga pengurus KIKA, Rina Mardiana menyampaikan bahwa masyarakat harus konsisten dalam perjuangan tanahnya agar tidak direbut secara sewenang-wenang oleh negara atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN).
Perjuangan rakyat Wadas ini, menurut Rina terjal dan berat. Meski begitu, hal tersebut musti dilakukan agar dampak buruk sosio-ekologis tidak terjadi bagi warga Wadas.
“Jangan sampai perebutan paksa tanah (land grabbing) menjadikan warga korban, dan tentu efek multi-dimensinya akan terasa buruk bagi ekosistem lingkungan hidup dan hak warga negara,” ujar Rina.
Sedangkan dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Herlambang P. Wiratraman mengungkapkan soal bahaya otoritarianisme negara yang menggunakan cara represi dan serangan serta ancaman bagi warga Wadas.
“Tidak boleh atas nama pembangunan, negara dapat sembarangan merebut ruang hidup warga dan juga merusak ekologi SDA, apalagi mengancam keselamatan dan keamanan warga akibat tanah timbunan tambang andesit yang kelak dilakukan pada aktivitas pertambangan," ujarnya.
Baca juga: Pengukuran Lahan di Desa Wadas, Polda Jawa Tengah: Belum Ada Permintaan Pengamanan