TEMPO.CO, Jakarta -Pada 15 Desember 2022 kemarin sejumlah massa demonstrasi menolak pengesahan RKUHP yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Jawa Barat (AMJB) ditangkap oleh pihak aparat. Berdasarkan rilis pers yang dipublikasikan Aliansi BEM Se-Unpad sore tadi, 16 Desember 2022, massa aksi yang terdiri lebih dari 500 orang tiba pada pukul 15.00 WIB, dan memulai long march ke depan gedung DPRD Jawa Barat pada pukul 16.00.
Massa aksi demo melakukan berbagai orasi, meneriakkan nyanyian bahaya KUHP. Menuju petang pada pukul 18.30, massa aksi bertahan di titik aksi. Mereka pun bertahan hingga malam.
Baca : Sejarah Panjang Pengesahan RKUHP Lebih dari 5 Dekade
Menjelang pukul 19.00 WIB massa demonstrasi memanggil anggota DPRD Jawa Barat untuk menemui mereka di luar gedung. Namun, massa justru mendapatkan semburan air dari water canon polisi. Sebagai sinyal untuk pembubaran massa aksi, aparat mengerahkan pasukan yang dilengkapi dengan tameng, tongkat T, dan senjata berpeluru karet untuk mengejar dan menangkap peserta aksi.
Aparat kemudian melakukan penyisiran massa aksi disertai penggledehan tas, menyita barang-barang mereka. Terdapat sejumlah laporan yang menyebut adanya kekerasan fisik dan verbal terhadap massa aksi. Masa kemudian dipaksa untuk membubarkan aksinya oleh pihak aparat.
Masih mengutip rilis pers dari Aliansi BEM Se-Unpad, ketika kericuhan terjadi, salah seorang pelajar laki-laki tampak dibopong oleh beberapa kawannya setelah dada dan kakinya tertembak peluru karet di sekitar Taman Radio di Jalan Ir. Djuanda, Tamansari, Kota Bandung. Bersama para korban lain yang mengalami penembakan, ia dilarikan ke Universitas Pasundan di Jalan Tamansari No 68.
Polisi juga melakukan penangkapan dan penahanan yang disinyalir ilegal terhadap 31 orang peserta aksi. Dua di antaranya merupakan pelajar yang sedang melakukan peliputan demonstrasi.
Polisi juga menyita beberapa sepeda motor di sekitar titik aksi. Namun sampai menjelang tengah malam, pihak polisi tidak memberikan kepastian data soal penangkapan dan penyitaan. Bahkan dikabarkan aparat sempat menghalang-halangi LBH untuk memberikan pendampingan hukum kepada peserta aksi yang ditangkap.
Aliansi BEM Se-Unpad menyebut polisi dalam menjalankan tugasnya seringkali menafsirkan perintah undang-undang untuk menciptakan ketertiban umum dalam bentuk pengendalian sosial sebagai landasan untuk menggunakan kekerasan. Anggota polisi di lapangan seringkali menerjemahkan perintah “amankan” dari atasan dengan melakukan tindakan represif demi mencapai stabilitas keamanan.
Mereka juga menyoroti draf RKUHP per 9 November 2022 yang masih memuat pasal-pasal bermasalah yang diduga merupakan kolonialisasi hukum pidana Indonesia.
Padahal, penolakan terhadap pasal-pasal bermasalah tersebut telah dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat. Namun, mereka menilai pemerintah seakan-akan tutup mata dan telinga terhadap suara penolakan tersebut. Pemerintah juga dirasa bergegas untuk mengesahkan RKUHP tanpa mengakomodasi masukan yang telah disampaikan secara terus-menerus oleh masyarakat. Hal ini yang menjadi pemicu berbagai perlawanan masyarakat di seluruh Indonesia.
7 Sikap Aliansi
Mengingat hal-hal tersebut, Aliansi Mahasiswa Jawa Barat menyatakan sejumlah poin sikap:
- Menentang dan mengecam segala bentuk represifitas yang dilakukan aparat Polri, termasuk pengejaran dan penembakan peluru karet secara acak dan tidak proporsional terhadap massa aksi demonstrasi menolak UU KUHP
- Mengecam pengerahan kekuatan berlebihan dalam menangani demonstrasi sehingga mengakibatkan cedera serius yang tidak perlu terhadap massa aksi
- Mendesak Kepolisian untuk menindak, menangkap dan mengadili anggotanya yang melakukan intimidasi, kekerasan, penangkapan, penghadangan, penyitaan pada aksi tolak KUHP maupun RKUHP.
- Mengecam tindakan penghalangan bantuan hukum bagi para korban penangkapan ilegal aksi demonstrasi.
- Menuntut Kepolisian untuk membebaskan massa aksi yang ditangkap secara sewenang-wenang tanpa syarat dan meminta maaf kepada publik karena telah lalai dalam menggunakan kekuatan berlebihan dan melakukan aksi penangkapan dan penahanan yang ilegal
- Menuntut janji Pemerintah untuk melakukan Reformasi Polri secara total yang terbukti tidak terealisasi hingga hari ini
- Mendesak Pemerintah dan DPR untuk membatalkan KUHP yang bermasalah serta membuka partisipasi publik yang luas dan bermakna.
HATTA MUARABAGJA
Baca juga: Komnas HAM Belum Ada Pelibatan Substansial Masyarakat dalam Pembuatan Undang-undang
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.