TEMPO.CO, Jakarta - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat alias DPR pada rapat paripurna, Selasa, 6 Desember 2022 lalu.
Pengesahan tersebut dilakukan di tengah gelombang penolakan oleh sejumlah massa. Meskipun menerima banyak penolakan, RKUHP memiliki sejarah panjang sebelum disahkan.
Gagasan RKUHP Berusia Lebih dari 50 Tahun
Baca juga:
Berdasarkan catatan Tempo, gagasan pembentukan RKUHP Nasional telah muncul lebih dari setengah abad lalu saat Seminar Hukum Nasional I di Semarang pada 1963.
Alasan utama pencetusan RKUHP saat itu disebabkan oleh KUHP saat ini merupakan produk pemerintahan kolonial sehingga beberapa pasal dinilai memiliki tendensi untuk kepentingan pemerintahan jajahan.
Selain itu, seminar pada 1963 juga mengumpulkan sejumlah masukan agar membentuk RKUHP asli Indonesia guna memperluas beberapa delik kejahatan, terkhusus yang berkaitan dengan keamanan negara, ekonomi, dan kesusilaan.
Sebab, kala itu, KUHP masih bersumber dari hukum Belanda, Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indië. Hukum ini disahkan pertama kali melalui Staatsblad atau semacam peraturan resmi Nomor 732 Tahun 1915 dan mulai berlaku di Hindia Belanda pada 1 Januari 1918.
Pembentukan Tim Perumus RKUHP
Berangkat dari hasil Seminar Hukum Nasional I pada 1963, pemerintah membentuk Tim Perumus RKUHP pada 1970 atau 1980-an.
Awalnya, tim perumus tersebut diketahui oleh pakar hukum Universitas Diponegoro, Prof. Soedarto. Adapun anggotanya adalah Prof. Roeslan Saleh dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Moeljanto, Prof. Satochid Kartanegara, Prof Oemar Seno Adji dari Universitas Indonesia, dan J.E. Sahetapy dari Universitas Airlangga.
Seiring pergantian tahun, tim perumus RKUHP juga mengalami penambahan dan pergantian anggota. Misalnya, pada 1986, ketika Prof. Soedarto meninggal dunia, ia segera digantikan oleh Roeslan Saleh.
Kala itu, Tim Perumus RKUHP bersepakat untuk tidak membuat KUHP dari nol, tetapi melakukan kodifikasi ulang dari KUHP milik Hindia Belanda. Dalam perjalanannya, Soedarto juga sempat meminta pertimbangan dua rekannya dari Universitas Leiden, yaitu Prof. D. Schaffmeister dan Prof. N. Keijzer.
Dinamika Perumusan RKUHP
Setelah RKUHP dirumuskan lebih dari 30 tahun sejak 1963, barulah pada akhir 1993, Ketua Tim Perumus RKUHP kala itu, Mardjono Reksodiputro, memberikan naskah lengkap RKUHP kepada pemerintah atau Menteri Kehakiman saat itu, Ismail Saleh.
Namun, ketika Ismail lengser dari jabatannya dan digantikan oleh Oetojo Oesman, pembuatan RKUHP disebut tidak mengalami kemajuan sama sekali. Seakan mati suri, pada 2013, barulah DPR membahas kembali RKUHP secara intensif.
Pada 5 Juni 2015, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Surat Presiden tentang kesiapan pemerintah dalam membahas RKUHP. Di surat itu, pemerintah menyepakati bahwa waktu pembahasan adalah dua tahun atau akan selesai pada 2017. Namun, RKUHP akhirnya baru dapat disahkan oleh pemerintah pada 2022 atau 7 tahun kemudian.
Apabila kegiatan Seminar Hukum Nasional I di Semarang pada 1963 dihitung sebagai cikal bakal perumusan RKUHP, maka produk hukum ini dapat dikatakan sebagai undang-undang paling lama pembuatanya dalam sejarah Indonesia, lebih dari setengah abad.
ACHMAD HANIF IMADUDDIN
Baca juga: Rancangan KUHP yang Lebih Kuno Ketimbang Kolonial