TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Trend Asia menyebutkan bahwa hasil penambangan batu bara ilegal yang dilakukan oleh Ismail Bolong cs berhasil diekspor ke tiga negara, yaitu Korea Selatan, Singapura dan Vietnam. Mereka pun mendesak, pemerintah menelusuri rantai perdagangan batu bara ilegal itu.
“Dari data studi Trend Asia secara terbatas yang kami lakukan, kami sampaikan bahwa dari catatan transaksi tahun 2020 sampai tahun 2021, hasil tambaJakng ilegal ini diekspor ke beberapa negara. Di antaranya Korea Selatan, Singapura, dan Vietnam,” kata perwakilan Trend Asia, Novita Indri, dalam konferensi pers di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Jakarta, Rabu, 23 November 2022.
Ketua Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur Mereta Sari menyatakan bahwa aktifitas ilegal dalam kasus Ismail tak hanya terjadi dalam tahap eksploitasi batu bara. Berdasarkan penelurusan mereka, aktifitas ilegal juga terjadi dalam proses distribusi hingga penjualan.
“Tidak hanya aktivitasnya yang ilegal tetapi pengangkutan bahkan sampai penjualannya,” ujar Mereta yang hadir secara daring dalam konferensi pers itu.
Ada 2.741 lokasi tambang ilegal di Indonesia
Mereta menyatakan Jatam telah membuat laporan polisi terkait tambang ilegal di Indonesia.
Perwakilan Trend Asia, Novita Indri, dalam konferensi pers tersebut pun menampilkan data yang mereka himpun dari Kementerian Engrgo dan Sumber Daya Mineral. Menurut data per Agustus 2021 ditemukan 2.741 lokasi tambang ilegal yang tersebar di seluruh Indonesia.
Mereta pun memaparkan bahwa sebaran lokasi tambang ilegal di Kalimantan Timur, lokasi tambang Ismail Bolong, mengalami peningkatan dalam empat tahun terakhir. Mereta menyebutkan, pada 2018 hanya ada 3 titik tambang ilegal yang berada di Samarinda, angkanya mencuat pada 2022 ini menjadi sekitar 160 lokasi.
Terkait aktivitas tambang ilegal ini, Mereta menyatakan telah mendapatkan penolakan dari masyarakat sekitar sejak Agustus 2022. Pasalnya, tambang ilegal tersebut berdampak terhadap kehidupan sosial dan ekologi. Sayangnya laporan mereka kerap tak mendapatkan respons dari Polri.
“Tapi sayangnya penindakannya tidak segera dilakukan oleh pihak kepolisian. Tidak ada ditangkap sampai sekarang, tidak diteruskan pemulihan,” ujar Mereta.
Selanjutnya, surat ke Presiden, KLHK hingga Pemda Kaltim