TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Polisi Ridwan Soplanit, mengaku tim penyidik Polres Metro Jaksel tidak maksimal melakukan olah tempat kejadian perkara pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J karena intervensi anak buah Ferdy Sambo.
Ia mengatakan intervensi itu membuatnya disanksi demosi oleh Komite Kode Etik Polri (KKEP) karena dianggap tidak profesional dan tidak maksimal melakukan penanganan TKP. Menurutnya, pihaknya yang semestinya melakukan penanganan barang bukti hingga pemeriksaan saksi.
“Namun saat itu penanganan bukan di bawah kami, tetapi diambil oleh Propam Polri sehingga dari situ kami mengalami beberapa kesulitan untuk melakukan investigasi,” kata Ridwan Soplanit saat bersaksi di sidang terdakwa Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 21 November 2022.
Baca juga: Eks Kasat Reskrim Jaksel Lihat Jenazah Brigadir Yosua Masih Kenakan Masker Saat Olah TKP
Ia menjelaskan kehadiran personal Propam Polri menghambat karena ikut campur dalam investigasi awal kasus pembunuhan Brigadir Yosua itu. Padahal, kata dia, timnya sudah melakukan olah TKP sesuai prosedur sampai memasang garis polisi. Pun ia mengaku disuguhi cerita ada pelecehan seksual oleh Ferdy Sambo.
“Betul. Saya disuguhi cerita pelecehan seksual oleh FS. Saya mengiyakan sampai dengan perjalanan proses pemeriksaan hingga di Polda Metro Jaya juga masih sama, sampai di Bareskrim Polri masih sama. Sampai kemudian pengakuan saya tahu itu tidak benar,” tutur Ridwan.
Dalam persidangan sebelumnya, Ridwan Soplanit mengatakan pistol HS milik Brigadir Yosua dan Glock-17 milik Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu diambil oleh personel Propam Polri yang berada di TKP.
“Saat itu kami mengamankan dua senjata api. HS milik Yosua dan Glock milik Richard Eliezer,” kata Ridwan Soplanit saat bersaksi di sidang dengan terdakwa Irfan Widyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 3 November 2022.
Selain itu Ridwan mengatakan tim Polres Jakarta Selatan juga menyita 10 selongsong yang mereka temukan, 4 serpihan peluru, dan 3 proyektil. Namun ia mengatakan salah satu anggota dari Divisi Propam Polri, Komisaris Besar Susanto, mengambil barang bukti tersebut.
“Saat itu dia mengambil barang bukti senpi yang sudah dimasukkan ke dalam kantong,” ujar Ridwan kepada majelis hakim.
Ridwan mengatakan alasan Susanto mengambil barang bukti pistol karena ini merupakan peristiwa tembak-menembak antar-anggota sehingga beralibi barang bukti diamankan terlebih dahulu ke Propam di Mabes Polri.
“Yang diamankan saat itu hanya senpi, magasin, dan peluru. Adapun barang bukti lain diamankan di Polres,” kata Ridwan.
Nama Ridwan Soplanit, yang saat kejadian menjabat Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel, disebut dalam dakwaan perkara pembunuhan berencana dan obstruction of justice kasus ini.
Ridwan Soplanit disebut menonton rekaman CCTV pos pengamanan yang dirampas Irfan bersama AKBP Arif Rachman Arifin, Komisaris Polisi Baiquni Wibowo, dan Kompol Chuck Putranto. Rekaman CCTV memperlihatkan Yosua masih hidup antara pukul 17.07-17.17 WIB.
Mereka menonton rekaman di rumah Ridwan Soplanit yang berada tidak jauh dari TKP pembunuhan. Dalam keterangannya ia membantah ikut menonton dan tidak mengetahui apa yang ditonton rekannya.
Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Ridwan Soplanit dikenakan sanksi demosi selama delapan tahun karena turut merusak tempat kejadian perkara di rumah dinas Ferdy Sambo.
Ridwan menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) pada Kamis, 29 September 2022, di gedung TNCC Divisi Propam Polri, Mabes Polri, Jakarta Selatan.
“Komisi sidang menyatakan pelanggar melakukan perbuatan tercela dan diberikan sanksi demosi 8 tahun,” kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, Jumat, 30 September 2022.
Atas putusan tersebut, Ridwan Soplanit menyatakan banding.
Baca juga: Ada Transfer Rp 200 Juta dari Rekening Brigadir Yosua ke Ricky Rizal pada Hari Pemakamannya