TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah menyatakan belum ada penetapan tersangka dalam penyidikan kasus gagal ginjal akut pada anak. Menurut dia, penyidik masih terus memeriksa saksi-saksi dan penelusuran dokumen.
"Penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi terkait dengan dokumen penjualan dan penyebaran bahan baku," kata Nurul di Mabes Polri Jakarta pada, Rabu, 9 November 2022.
Nurul juga mengatakan penyidik juga telah menerima dan memeriksa sampel dari korban ginjal akut. Di antaranya obat yang digunakan korban, urine, dan darah.
"Sampai dengan saat ini pusat labolatorium forensik (Puslabfor) Polri telah menerima 175 sampel kasus gagal ginjal akut yang terdiri dari obat, urine, dan darah," ujar Nurul.
Akan melakukan pendalaman bersama BPOM
Rencananya, menurut Nurul, tim gabungan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri akan melakukan pendalaman lagi terkait kasus gagal ginjal akut pada anak ini. Nurul mengatakan, pendalaman itu dilakukan oleh tim gabungan bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Selanjutnya, tim gabungan akan melakukan koordinasi dengan Puslabfor terkait dengan pengembangan Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan melengkapi berkas dokumen penyelidikan," jelas Nurul.
Polri sebelumnya telah menyatakan menaikkan status kasus gagal ginjal akut dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan. Satu kasus yang ditangani Polri terkait dengan PT Afi Farma.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal Polri, Brigjen Pipit Rismanto pun menyatakan pihaknya telah melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap pabrik dan gudang milik PT Afi Farma.
Obat buatan PT Afi Farma disebut tercemar Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas aman. Kementerian Kesehatan sebelumnya menyatakan bahwa kandungan bahan berbahaya itulah yang menyebabkan meningkatnya kasus gagal ginjal akut pada anak.
Selain PT Afi Farma, BPOM sebelumnya menyebutkan ada dua perusahaan lain yang produk obatnya tercemar EG dan DEG. Kedua perusahaan itu adalah PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries. Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito menyatakan berdasarkan hasil investigasi, BPOM telah menetapkan sanksi administratif terhadap ketiga perusahaan itu berupa pencabutan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk sediaan cairan oral nonbetalaktam dan izin edar obat sirup yang diproduksi ketiga industri farmasi tersebut.
MUH RAIHAN MUZAKKI