TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan, Ajun Komisaris Besar Polisi Ridwan Soplanit, menyatakan adanya intervensi dari personel Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri yang dipimpin oleh Irjen Ferdy Sambo dalam pengusutan kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua. Intervensi itu yang membuat Polres Jakarta Selatan tak dapat mengamankan saksi dan barang bukti penting seperti rekaman CCTV di Komplek Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Ridwan merasa timnya diintervensi sejak awal melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) pada 8 Juli 2022, sesaat setelah kematian Yosua. Ia menuturkan saat itu sudah mendapat intervensi dari personel Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri yang dipimpin Sambo.
“Terintervensi karena bukan lagi head to head, orang per orang, tapi memang situasi pada saat kita olah TKP itu status quo kita itu sudah dimasukkan sama dari Propam Polri waktu itu,” kata Ridwan saat menjadi saksi persidangan terdakwa obstruction of justice Irfan Widyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 3 November 2022.
Personel Divisi Propam langsung mengambil barang bukti dan saksi
Ridwan Soplanit mengaku hal itu terlihat dari sejumlah kejadian. Misalnya, personel Propam langsung mengambil barang bukti setelah Ridwan dan timnya selesai melakukan olah TKP. Selain itu, Ridwan menyatakan anak buahnya juga mengalami intervensi saat melakukan pemeriksaan saksi-saksi.
“Nah itu yang membuat kami sangat terguncang saat itu sebagai tim olah TKP dan saya sebagai Kasat Reskrim,” tuturnya.
Menurut Ridwan, intervensi itu memicunya untuk fokus bagaimana mendapatkan kembali barang bukti, terutama saksi-saksi untuk mengkroscek kebenaran atau investigasi lebih lanjut.
“Nah itulah yang membuat kita terpecah di situ untuk melakukan pengejaran sampai di Mabes, melakukan pengambilan, dan sebagainya, tuturnya.
Ia mengatakan telah menetapkan langkah-langkah prosedural, mulai briefing hingga pengawasan. Sejak awal, kata Ridwan, tim penyidik sudah membagi tugas di briefing awal untuk bekerja sesuai tahapan dengan melakukan pengumpulan barang bukti dan sebagainya.
“Kita akan melakukan langkah lebih lanjut di luar itu secara bertahap,” kata dia.
Namun pada saat itu pihaknya terkendala pengambilan barang bukti dan saksi oleh Propam Polri. Ia menuturkan pihaknya tidak berpikir akan ada intervensi sehingga hal tersebut menjadi alasan kenapa tidak menyita CCTV sejak awal olah TKP.
Padahal, kata dia, penyidik Polres Metro Jakarta Selatan sudah merencanakan untuk mengambil CCTV pos satpam sejak awal. Tetapi mereka masih fokus mengolah TKP dalam rumah dinas Ferdy Sambo.
“Penyitaan DVR CCTV pos satpam sudah masuk dalam perencanaan, setelah dari dalam rumah Ferdy Sambo. Kita melakukan metode spiral, nanti semakin meluas,” kata Ridwan Soplanit.
Intervensi Ferdy Sambo saat penyidik menginterogasi Bharada E
Ajun Komisaris Polisi Rifaizal Samual, anak buah Ridwan, juga mengaku sempat mendapatkan intervensi langsung dari Sambo. Hal itu terjadi saat Rifaizal memeriksan Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E yang disebut Sambo terlibat tembak menembak dengan Brigadir Yosua. Rifaizal mengaku mendapatkan teguran dari Ferdy Sambo karena dianggap memeriksa Richard terlalu keras.
"Kamu jangan kencang-kencang nanyanya ke Richard, dia sudah bela keluarga saya. Kalau kamu nanyanya begitu, dia baru mengalami peristiwa membuat psikologisnya terganggu. Bisa ya?” ujar Rifaizal menirukan teguran dari Sambo.
Berita Acara Pemeriksaan mantan Kepala Biro Pengamanan Internal Polri, Brigjen Hendra Kurniawan juga sempat menguak soal adanya intervensi dari Ferdy Sambo tersebut. Hendra yang hadir ke TKP bersama Kepala Biro Provos Polri, Brigjen Benny Ali, mengaku mendapat perintah agar kasus itu ditangani oleh timnya. Menurut Hendra, Sambo saat itu beralasan karena kasus ini menyangkut harkat martabat keluarganya. Brigadir Yosua dituding melecehkan istri Sambo, Putri Candrawathi.