Surat pesanan barang tercatat dipesan oleh Badan Sarana Pertahanan (Baranahan) Kemenhan untuk kegiatan Komcad. Rinciannya, barang senilai Rp 123,07 miliar untuk kegiatan dukungan Komcad 2021 serta sisanya untuk pengadaan alat peralatan pertahanan dan keamanan berupa aset kendaraan Rp 44,8 miliar serta senjata senapan serbu senilai Rp 67,3 miliar.
BPK dalam laporan hasil audit anggaran Komcad Kemenhan menilai semestinya barang-barang tersebut telah tercatat sebagai aset tetap, minimal senilai Rp 230,57 miliar. Masalah, hal itu tidak bisa dilakukan lantaran sebagian barang tersebut didatangkan dan didistribusikan sebelum adanya anggaran. Merujuk pada dokumen pengajuan anggaran Baranahan kepada Direktorat Jenderal Perencanaan Pertahanan, auditor menemukan kegiatan dukungan Komcad 2021 justru masih diajukan sebagai tambahan anggaran sebesar Rp 123,07 miliar untuk tahun anggaran 2022.
Tak cukup sampai di situ, pemeriksaan lebih lanjut tim BPK mengungkap adanya kebutuhan dana untuk kegiatan Komcad berupa pengadaan kendaraan senilai Rp 68,69 milia dan senapan serbu kaliber 5,56 milimeter senilai Rp 582,99 miliar. Barang-barang tersebut juga telah didistribusikan, yang tercatat sebagai kontrak pinjaman dalam negeri 2021 dan 2022. Pendek kata, hasil audit menemukan bahwa barang tersebut telah didistribusikan ketika kontrak pembiayaan anggarannya juga belum efektif berlaku.
Akibat pengadaan di luar anggaran dan kontrak ini, BPK menilai terdapat potensi sengketa dan permasalahan hukum terhadap aset senilai Rp 527,27 miliar yang telah dikuasai Kemenhan itu. Kemenhan juga berpotensi menerima tagihan atas pengeluaran yang dilakukan pihak ketiga senilai total Rp 1,07 triliun. Sebagian besar belanja barang bermasalah itu adalah untuk pembentukan Komcad 2021.
BPK pun menilai permasalahan tersebut muncul karena pejabat pembuat komitmen pada Baranahan Kemenhan membuat perikatan pengadaan barang sebelum anggaran tersedia. Tindakan tersebut dinilai menyalahi UU Keuangan Negara Pasal 3 ayat 5, yang mengharuskan semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran atau menjadi kewajiban negara harus dimasukkan dalam APBN.
Adhi lanjut menerangkan bahwa program Komcad memang dianggarkan oleh Kemenhan, namun dilakukan secara bertahap. Nah, dalam pelaksanaan program secara bertahap inilah BPK melihat ada koreksi di lapangan. "Tapi koreksinya bersifat administratif, dan ada koreksi-koreksi yang yang sudah ditindaklanjuti," kata Adhi.
Adhi hanya memastikan BPK telah memberitahu Prabowo soal temuan tersebut. "Betul, sudah kami surati langsung ke menterinya dan sudah ditindaklanjuti," kata dia. Hanya saja, Ia tidak merinci tindak lanjut yang sudah dilakukan Prabowo dan anak buahnya di Kemenhan atas temuan BPK ini.
Adapun sampai hari ini, pihak Kemenhan belum memberikan klarifikasi atas berbagai temuan BPK ini. Baik Prabowo, maupun Direktur Jnederal Perencanaan Pertahanan Kemenhan Laksamana Pertama Supo Dwi Diantara.
Baca juga: Putusan MK Menolak Judicial Review UU PSDN Dianggap Tidak Konsisten