Jakarta - Ketua Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir (ASPEKSINDO) Andi Harun mengatakan perencanaan pembangunan nasional masih berbasis darat. Padahal, menurut dia, 20 persen penduduk Indonesia atau sekitar 120 juta jiwa tinggal di daerah kepulauan dan pesisir.
"Itu sebabnya RUU Daerah Kepulauan ini sangat strategis," kata Andi Harun di Jakarta pada Jumat, 21 Oktober 2022. Menurut dia, daerah kepulauan dan pesisir bisa menjadi solusi atas utang luar negeri karena memiliki potensi yang amat besar.
Yang terjadi saat ini, Andi Harun melanjutkan, kekayaan laut Indonesia dicuri oleh negara lain dan terjadi degradsi di pulau pesisir. Degradasi yang dia maksud misalkan pulau-pulau tenggelam, tak berpenghuni, dan tak terurus.
Andi Harun mencontohkan daerah Papua merupakan penghasil ikan tuna. Lantaran perencanaan pembangunan masih berbasis daratan, maka masyarakat langsung menjual ikan tuna tersebut mentah-mentah ke luar negeri. "Mestinya ada value added yang bisa ditambahkan di sini," ujarnya.
"Kami berharap pembangunan terdistribusi saat pembahasan RUU Daerah Kepulauan," kata Andi Harun yang juga menjabat Wali Kota Samarinda. Dalam mengelola daerah kepulauan dan pesisir, menurut dia, butuh komitmen dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan partai-partai politik.
RUU Daerah Kepulauan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Rancangan undang-undang ini terkatung-katung selama 17 tahun. DPR periode 2014-2019 pernah membentuk Panitia Khusus (Pansus) RUU Daerah Kepulauan. Namun pembahasan belum rampung hingga masa tugas dewan berakhir.
Dalam Focus Group Discussion (FGD) yang berlangsung pada Senin, 3 Oktober 2022, Ketua Badan Kerja Sama (BKS) Provinsi Kepulauan yang juga Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi mengatakan, daerah kepulauan dan pesisir perlu bersama-sama memperjuangkan keberhasilan RUU Daerah Kepulauan. "Perlu kekompakan untuk bangkit bersama karena ini adalah kepentingan kita semua," katanya. "Mudah-mudahan dengan kita bersatu, Insya Allah apa yang kita inginkan bisa terakomodir, baik oleh DPR maupun pemerintah." (*)