TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri Gerakan Nasional Anti Narkoba atau Granat, Henry Yosodinigrat yang sekaligus merupakan anggota DPR RI fraksi PDIP menjadi kuasa hukum IrjenTeddy Minahasa yang menjadi tersangka kasus pengedaran narkoba.
Henry bercerita dirinya didatangi istri Irjen Teddy Minahasa untuk memintanya sebagai kuasa hukum mantan Kapolda Sumatera Barat. Namun, dirinya meminta untuk bertemu Teddy terlebih dahulu, sebelum menyetujui permintaan istrinya tersebut.
"Saya didatangi oleh istrinya Teddy Minahasa atas permintaan Teddy supaya menemui saya. Kemudian menceritakan masalahnya sekaligus meminta kesediaan saya untuk menjadi advokatnya Teddy Minahasa," katanya, saat ditemui media di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 18 Oktober 2022.
Kepada Henry, Teddy mengatakan bahwa dirinya bukan pengguna dan bahkan ia tidak pernah menggunakan narkoba. Untuk meyakinkan Henry, Teddy bersumpah atas nama Allah. Sebagai kuasa hukumnya Irjen Teddy Minahasa, ia menyampaikan bahwa dirinya tidak akan membela kesalahan jenderal polisi itu dan tidak akan memutihkan sesuatu yang hitam.
Publik mengenai Henry Yosodiningrat sebagai aktivis antinarkoba. Saat ia bersedia menjadi kuasa hukum Teddy Minahasa, maka publik pun bertanya-tanya.
Baca: Jadi Kuasa Hukum Irjen Teddy Minahasa, Henry Yosodiningrat Ajukan Syarat
Profil Henry Yosodiningrat
Dikutip dari dpr.go.id, pengacara flamboyan ini lahir pada 1 April tahun 1954 di Krui yang menjadi ibu kota dari Kabupaten Pesisir Barat, Lampung Barat. Ia melalui masa kecilnya dengan berpindah-pindah sekolah dasar. Di antaranya adalah SR di Krui, Pugung Tampak, SD Negeri I Liwa dan di Metro karena mengikuti tugas ayahnya yaitu camat.
Setelah lulus dari sekolah dasar pada tahun 1967, Henry melanjutkan pendidikannya ke SMP Negeri di Metro dan tamat pada tahun 1970. Lalu ia melanjutkan masa SMA di tujuh tempat, yang diselesaikannya selama lima tahun.
Kemudian ia mendapatkan gelar sarjananya di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia atau disingkat UII hingga lulus pada tahun 1981. Dirinya sempat mengikuti pula mendirikan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) yang menegakkan hak-hak politik Partai Demokrasi Indonesia yang diberangus rezim Orba.
Pendidikanya tak sampai di situ, ia juga melanjutkan untuk mendapatkan gelar masternya di jurusan hukum Universitas Trisakti Jakarta pada tahun 2016. Disambung dengan meraih gelar doktornya di bidang dan kampus yang sama pada tahun 2018.
Sebagai keturunan dari generasi ke-13 Sai Batin marga Pugung Penengahan, Henry diberi gelar Kapitan Mahkota Raja ketika ia menikahi Soeltiana Endang Moerniningsih. Ia menikah dengan empat perempuan, dan yang terakhir ialah pernikahan sirinya dengan Fivey Rachmawati yang hanya berumur kurang dari sebulan, Fivey Rachmawati.
Lalu untuk kariernya sendiri, seperti dikutip dari mitratel.co.id, ia memulainya denganmenjadi anggota International Bar Association pada tahun 1986, yang ditekuninya hingga saat ini. Ketertarikannya di bidang hukum membawa dirinya sempat bergabung dengan Ikatan Ahli Hukum se-ASEAN pada tahun 1987 hingga 2000.
Sebelumnya di tahun 1990, ia juga berpartisipasi sebagai anggota Konsultasi Hukum Pasar Modal. Sementara di tahun 1995. Ia merupakan anggota anggota Dewan Penasehat Ikatan Advokat Indonesia atau disingkat IKADIN.
Namanya kian menaik di ranah hukum Indonesia, yang membuatnya bergabung sebagai Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia atau disingkat PERADI pada tahun 2003 hingga 2007.
Sebagai ahli hukum, dirinya pernah ditunjuk menjadi narasumber pemerintah dalam penyusunan uji materi UU Narkotika di Mahkamah Konstitusi (MK). Lalu ia juga menjadi anggota Panitia Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan UU Perubahan atas UU 22/1997 tentang Narkotika pada 2007.
Pria yang masuk dalam frasksi PDIP ini juga pernah menjadi anggota komisi II DPR-RI melalui daerah pemilihan Lampung II pada periode 2014-2019. Komisi II DPR-RI sendiri bergerak di bidang pemerintahan dalam negeri dan otnomi daerah, aparatur dan reformasi, birokrasi, kepemiluan, pertahanan, dan performa agraria.
Pada 2015, Henry Yosodiningrat dilaporkan mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Soehandoyo ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk dugaan pelanggaran kode etik.
Ia diduga melakukan intervensi terhadap kasus hukum yang sedang dalam tahap penyidikan di Polda Sulawesi Tenggara. Putusan MKD menyatakan bahwa Henry terbukti melanggar kode etik. Ia dikenai sanksi berupa dimutasi dari komisi II menjadi komisi VIII. Karena itu pula Henry Yosodiningrat ditolak menjadi anggota MKD karena dinyatakan melanggar kode etik oleh MKD.
Pada 2017, Henry Yosodiningrat pernah melamar menjadi pimpinan KPK pada 2010 ini pernah ikut mewacanakan perlunya pembekuan KPK sementara waktu. Henry yang saat itu menjadi pansus angket DPR untuk menyelidiki KPK menilai bahwa ada banyak hal yang perlu dibenahi KPK. Saat itu, ia menyarankan wewenang penanganan kasus pemberantasan korupsi diserahkan kepada Polri dan Kejaksaan Agung.
Pada 2010, Henry pernah menjadi kuasa hukum Susno Duadji, mantan Kabareskrim Polri, yang terjerat kasus pelanggaran kode etik, karena menuding dua jenderal melakukan penggelapan pajak hingga Rp 25 miliar. Kedua jenderal itu, Brigjen Edmon Ilyas dan Brigjen Raja Erizman, menyangkal tudingan Susno.
Ia pernah pula menjadi kuasa hukum untuk Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin Ohorella, dua terdakwa kasus Unlawful Killing Laskar FPI atau yang dikenal dengan KM 50, yang kemudian divonis bebas PN Jakarta Selatan, Maret 2022 lalu.
Selain kariernya sebagai anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, dirinya menduduki jabatan Komisaris Independen di PT Dayamitra Telekomunikasi. Jabatannya ini telah menjadi tanggung jawabnya sejak 2021 hingga sekarang. Henry juga dikenal sebagai pendiri dan ketua Gerakan Nasional Anti Narkotika atau disingkat dengan Granat, yang berdiri pada tahun 1999.
FATHUR RACHMAN I SDA
Baca juga: Teddy Minahasa Mengaku Tak Pakai Narkoba, Henry Yoso: Sehari Sebelumnya Dibius
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.