Oleh sebab itu, Nyarwi mengatakan godaan pemilih untuk menerima politik uang bakal tinggi. Namun, dia menilai perilaku elite dan kandidat yang melenggang di Pemilu turut menjadi faktor penting terjadinya politik uang.
“Jika mereka semakin tertarik menggunakan politik uang untuk memobilisasi pemilih dan semakin tinggi tingkat permisifitas pemilih tersebut pada politik uang, maka eskalasi politik uang dalam Pemilu 2024 mendatang bisa makin meningkat,” kata Nyarwi dalam keterangannya, Rabu, 19 Oktober 2022.
Nyarwi mengatakan politik uang memang menjadi trend yang kerap muncul dalam Pemilu sebelumnya. Namun, dia menyebut belum ada data valid yang menunjukkan bahwa preferensi pemilih ditentukan oleh politik uang. Sehingga, tidak ada jaminan bahwa praktik politik uang sejalan dengan perolehan suara yang tinggi.
“Politik uang dapat terus menghantui pemilu di Indonesia jika elite-elite yang menjadi kandidat yang bertarung dalam Pemilu masih mengandalkan politik uang untuk memobilisasi pemilih. Tren ini juga bisa terus berkembang jika permisifitas pemilih pada politik uang masih sangat besar,” kata dia.
Demi mewujudkan Pemilu 2024 yang bersih dari politik uang, Nyarwi menyebut para kandidat mesti meredam hasratnya untuk menggunakan politik uang sebagai alat meraih kemenangan. Selain itu, peran aparat penegak hukum terhadap praktik politik uang perlu dimaksimalkan.
“Yang terpenting adalah pada di sisi hulunya, yaitu hal-hal yang mendorong eskalasi praktek politik uang, baik yang bersumber dari aktornya, yaitu elite atau kandidat yang menjalankan politik uang, juga pemilih yang permisif pada politik uang,” kata Nyarwi.
Baca juga: PDIP Sebut Elektoral Bukan Pertimbangan Utama Tentukan Capres 2024