TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Kepolisian, Bambang Rukminto menilai mutasi terhadap Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta menjadi Staf Kapolri merupakan cara Polri untuk melindungi anggotanya yang terkena masalah. Bambang menilai mutasi itu bukan hukuman kepada Nico yang dinilai ikut bertanggung jawab dalam Tragedi Kanjuruhan.
Bambang menyatakan bahwa mutasi seperti yang dilakukan kepada Nico itu sudah menjadi budaya dalam tubuh Polri. Dia pun menilai langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit tersebut beresiko semakin menggerus kepercayaan publik.
"Lebih tepatnya itu sudah jadi sosial budaya di internal kepolisian untuk saling melindungi para perwira tingginya yang sedang terkena masalah. Mereka tidak sadar bahwa upaya itu malah akan semakin menggerus kepercayaan publik pada institusinya," kata Bambang saat dihubungi Selasa 11 Oktober 2022.
Kapolri bukan memberikan hukuman kepada Nico Afinta
Peneliti Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) ini pun menilai mutasi tersebut bukan sebagai hukuman kepada Nico. Menurut dia, dengan menjadi Staf Kapolri, Nico justru mendapatkan promosi.
"Publik jangan geer (gede rasa), bahwa pencopotan Irjen Nico Afinta itu bukan sanksi karena tanggung jawab sebagai pemegang otoritas keamanan di Jawa Timur terkait Tragedi Kanjuruhan, tetapi mutasi biasa bahkan bisa dianggap sebagai promosi menjadi Staf Ahli Sosbud Kapolri," kata dia.
Jika Kapolri ingin memberikan hukuman kepada Nico terkait Tragedi Kanjuruhan, menurut Bambang, maka seharusnya dia menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP). Oleh karena itu ia berharap ada audit di sistem manajemen Polri.
"Harus ada sidang KKEP terkait bila ditemukan ada pelanggaran. Makanya perlu audit sistem manegemen pengamanan event tersebut, selain audit-audit yang lain," ujarnya.
Selanjutnya, Polri harus belajar dari kasus Ferdy Sambo