TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo alias Jokowi bertemu Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, di Istana Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat. Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, menilai pertemuan tersebut membahas ihwal pencapresan.
Hingga saat ini, PDIP belum mendeklarasikan capres jagoannya. Adapun nama Puan Maharani disebut-sebut menjadi kandidat kuat capres PDIP.
Ujang mengatakan pertemuan Jokowi dan Megawati bisa jadi membahas Puan. Menurutnya, saat ini tubuh PDIP dilanda konflik antara Puan dan Ganjar Pranowo yang sama-sama ingin menjadi Capres.
“Dan kita tahu, seandainya skenario PDIP itu mendukung Puan, namun Jokowi mendukung Ganjar, kan akan terbelah. Oleh karena itu pertemuan ini ya meminta komitmen, dukungan, loyalitas kepada Jokowi untuk bisa bersama-sama dengan PDIP mendukung Puan,” kata Ujang saat dihubungi, Senin, 10 Oktober 2022.
Menurut Ujang, pembahasan tentang Puan dalam pertemuan Jokowi-Megawati menjadi masuk akal karena selama ini Ganjar terus bergerilya mengumpulkan dukungan. Dia menyebut PDIP menganggap relawan Ganjar yang terus bergerak ini memiliki sosok di baliknya, yakni Jokowi.
“Ini kan sebuah info yang tidak bagus. Oleh karena itu, keinginan Megawati untuk Jokowi adalah bersama-sama PDIP mendukung Puan. Jadi skema Puan yang harus dijalankan PDIP, bukan skema Ganjar yang selama ini jalan karena dianggap didorong oleh Jokowi,” ujarnya.
Ujang turut menyebut kemungkinan bahasan lain saat Jokowi bertemu Mega. Di antaranya, ihwal pendeklarasian Anies Baswedan oleh Partai NasDem dan penunjukan Hendrar Prihadi sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Komitmen Jokowi
Kendati demikian, Ujang menilai poin yang paling penting adalah Megawati meminta komitmen dan loyalitas Jokowi agar berjalan beriringan dengan PDIP hingga 2024. “Dalam konteks dukungan capres-cawapres tidak mendukung capres lain dan meminta loyalitasnya agar bisa mendukung Puan Maharani karena kemungkinan skema PDIP adalah skema Puan, bukan skema Ganjar,” kata dia.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, menyebut pertemuan Jokowi-Megawati turut membahas ihwal kepemiminan nasional. Dia menyebut pembahasan ini tak bisa dihindari demi kesinambungan kepemimpinan sejak Bung Karno hingga Jokowi.
Hasto mengatakan partainya tidak mencari sosok yang hanya bisa menarasikan keberhasilan. Menurutnya, politik bukan semata-mata kalkulasi, melainkan tanggung jawab bagi bangsa dan negara.
"Kita tidak mencari sosok pemimpin yang hanya bisa menarasikan keberhasilan, sehingga ketika ada banjir dalam wilayah dengan 30.000 RT, lalu banjir (menimpa) 30 RT, itu dikatakan tidak sampai satu persen. Politik itu bukan kalkulasi satu sampai lima persen. Tapi tanggung jawab bagi bangsa dan negara," kata dia.
Hasto menampik jika pembahasan ihwal Pemilu antara Megawati dengan Jokowi berhubungan dengan pendeklarasian Anies Baswedan sebagai Capres oleh Partai NasDem. Ia menyebut pertemuan antara Mega dan Jokowi memang digelar secara rutin.
Biasanya, kata dia, pertemuan Megawati dengan Jokowi digelar di Istana Merdeka, Istana Bogor, hingga Batu Tulis. Hasto mengatakan Batu Tulis dipilih menjadi tempat persamuhan Megawati dengan Jokowi karena alasan historis. Dulu, kata dia, Megawati mempersiapkan Jokowi yang pada saat itu masih menjadi Gubernur DKI Jakarta untuk maju sebagai Capres di lokasi ini.
"Jadi itu suatu tempat, yang secara historis kepemimpinan Pak Jokowi juga sangat kuat. Suasana kebatinan itulah yang mengambil pembahasan fundamental bangsa dan negara," ujarnya.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.