JAKARTA - Focus Group Discussion atau FGD Rancangan Undang-undang Daerah Kepulauan mengungkap sejumlah hal yang menjadi akar ketimpangan di daerah berciri kepulauan dengan daerah berciri daratan. Ada delapan provinsi kepulauan yang tergabung dalam Badan Kerja Sama Daerah Provinsi Kepulauan. Mereka adalah Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Provinsi Maluku, Samuel E. Huwae mengatakan, salah satu penyebab timpangnya kondisi pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat di daerah berciri kepulauan dengan penduduk di daerah berciri daratan adalah metode penghitungan dana transfer dari pemerintah pusat yang berbasis luas wilayah dan jumlah penduduk. Di daerah berciri kepulauan, jumlah penduduknya memang lebih sedikit dan menempati daratan yang lebih sempit lantaran sebagian besar wilayahnya adalah perairan.
"Kami adalah orang-orang yang gelisah dan terus berjuang demi mendapatkan perlakuan yang sama dari pemerintah pusat untuk daerah kepulauan," kata Samuel dalam Focus Group Discussion RUU Daerah Kepulauan di Jakarta, Senin, 3 Oktober 2022. "Dengan semangat itu, kita bisa berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah." RUU Daerah Kepulauan merupakan usulan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2023.
Samuel E. Huwae menjelaskan, Provinsi Maluku memiliki 1.340 pulau dan 112 pulau di antaranya berpenghuni. Total wilayah Provinsi Maluku seluas 712.479,69 kilometer persegi dengan 54.185 kilometer persegi (7,6 persen) berupa daratan dan 658.294,69 kilometer persegi (92,4 persen) lautan. Adapun jumlah penduduknya sebanyak 1,88 juta jiwa. Dengan kondisi tersebut, pendapatan asli daerah sebesar Rp 500 miliar dan APBD Rp 4,15 triliun. Artinya, anggaran daerah masih sangat tergantung dari dana transfer pemerintah pusat. Sementara, dana transfer tersebut dihitung berdasarkan luas daratan dan jumlah penduduk yang sempit dan sedikit tadi.
Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Nur Kholis mengatakan, jumlah penduduk di delapan provinsi kepulauan itu sekitar 23 juta jiwa atau 8,37 persen dari jumlah penduduk di daerah non-kepulauan. "Jumlah penduduk di provinsi kepulauan meningkat sepanjang 2010-2021 dengan pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding nasional dan
provinsi bukan kepulauan," katanya. "Sementara pembangunan masih bias daratan dan bias penduduk."
Penyataan senada disampaikan Asisten I Provinsi Nusa Tenggara Barat, Madani Makarim. Di NTB terdapat 403 pulau dengan status wilayah administratif di pulau-pulau kecil adalah dusun dan kecamatan. Problematika penduduk yang tinggal di pulau-pulau kecil itu adalah aksesibilitas, kerusakan ekosistem, seperti terumbu karang, mangrove, sampah, dan rawan bencana, abrasi pantai, kurangnya sarana pendidikan dan kesehatan, serta kurangnya sarana listrik dan air bersih.
Perihal kesehatan, Madani mencontohkan salah satu isu yang mengemuka di NTB adalah stunting. Dari sasaran riil stunting sebanyak 477.430 orang, yang terjangkau baru 81.015 orang atau 16,9 persen. Untuk meningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil, pemerintah Provinsi NTB membutuhkan penguatan fungsi posyandu, puskesmas, rumah sakit, serta fasilitas ambulans kapal laut. Dari sisi APBD, Madani menjelaskan, pendapatan asli daerah NTB masih rendah sekitar 34,41 persen. "Artinya, kami masih sangat tergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat," ucapnya.
Sementara Sekretaris Daerah Provinsi Maluku Utara Syamsudin Abdul Kadir mengatakan, RUU Daerah Kepulauan perlu didorong supaya ada manajemen baru tentang pengelolaan kelautan dengan lebih baik demi pembangunan dan perekonomian di daerah. Maluku Utara merupakan daerah dengan wilayah perairan yang jauh lebih luas ketimbang daratan. Luas wilayah daratnya 31.982,50 kilometer persegi, sedangkan lautnya 113.818,60 kilometer persegi. "Sejatinya tidak ada negara yang kaya atau miskin. Yang ada adalah negara yang di-manage dengan baik dan tidak di-manage dengan baik," ucapnya. (*)