TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini 18 tahun silam, tepatnya pada 4 Oktober 2004 merupakan hari bersejarah bagi Susilo Bambang Yudhoyono - Muhammad Jusuf Kalla atau dikenal sebagai duet SBY - JK yang terpilih menjadi presiden dan wakil presiden periode 2004-2009.
Saat itu, Pilpres 2004 diikuti lima pasangan calon presiden dan wakil presiden, yakni Wiranto dan Salahuddin Wahi, Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi, Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla, serta Hamzah Haz dan Agum Gumelar.
Dari hasil yang diperoleh, SBY - JK menang dan ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden setelah melakukan dua putaran pemilihan. Keduanya dilantik dalam sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 20 Oktober 2004.
Kemenangan SBY - JK 18 Tahun Lalu
Adapun beberapa fakta di balik kemenangan SBY-JK dalam Pilpres tahun 2004 ini, disarikan dari bebagai sumber.
- Pilpres Pertama Dipilih Langsung Rakyat
Pada 2004 memang bukanlah pemilu yang pertama kali diadakan, tetapi kemenangan SBY - JK sekaligus menjadi momen pesta demokrasi yang rakyatnya sendiri dapat memilih langsung pasangan presiden dan wakil presiden pasca reformasi. Hal ini sesuai dengan pedoman UU 23/2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Baca juga:
Sebelumnya, presiden dan wakilnya memang diputuskan melalui amanat DPR/MPR, sedangkan rakyatnya tidak memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemilihan tersebut. Sementara pada 1999 pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan terpisah.
- Dilakukan Dua Putaran
Seperti yang sudah disebutkan bahwa Pilpres 2004 dilaksanakan dengan melakukan dua putaran, yang diikuti oleh lima pasangan. Pada putaran pertama, SBY - JK unggul dengan perolehan suara 33,58 persen suara atau meraup sebanyak 36.070.622 pemilih. Kedua adalah Megawati - Hasyim Muzadi dengan perolehan suara 28.186.780 atau 26,24 persen.
Namun karena kelima pasangan tidak ada yang meraih suara lebih dari 50 persen, maka dilakukan putaran kedua yang diselenggarakan pada 20 September 2004. Pasangan yang dapat mengikuti putaran kedua ini adalah dua pasangan dengan nilai suara teratas.
Alhasil, putaran kedua ini semakin membuat SBY - JK menang telak dengan suara 69.266.350 atau 60,62 persen, sedangkan pesaingnya Megawati-Hasyim mendapat suara 44.990.704 atau 39,38 persen.
Dengan demikian, Partai Demokrat mencetak rekor baru sebagai partai baru yang berhasil mendapat 8.455.225 suara atau 7,45 persen dari total 113.462.414 suara sah. Sementara, posisi lainnya ditempati Partai Golongan Karya, PDI Perjuangan, PKB, dan PPP.
- Pelantikan Dihadiri Berbagai Pemimpin Negara
Fakta ketiga adalah sidang pelantikan SBY-JK yang turut dihadiri berbagai pimpinan negara sahabat. Acara ini diselenggarakan lewat Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat di Gedung DPR/MPR pada 20 Oktober 2004.
Para pemimpin yang datang di antaranya adalah Sultan Brunei Sultan Hassanal Bolkiah; Perdana Menteri Australia, John Howard; PM Timor Leste, Mari Bin Amude; PM Malaysia, Dato’ Seri Abdullah Ahmad Badawi; PM Singapura Lee Hsien Loong dan beberapa utusan khusus dari negara sahabat yakni Jepang, Korea Selatan, Belanda, Philipina, Thailand dan Vietnam.
- Sofyan Wanandi di Balik Ide Pencalonan SBY
Fakta selanjutnya adalah awal cerita dari pencalonan SBY - JK menjadi calon presiden. Dikutip dari Historia berdasarkan data dari buku biografi berjudul Sofjan Wanandi dan Tujuh Presiden karya Robert Adhi Ksp, pencalonan tersebut tidak terlepas dari ide Sofjan Wanandi selaku ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo
Sofyan Wanandi dikenal sebagai kawan lama SBY sejak menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada 1999. Sementara pengusulan capres sendiri bermula ketika ia menjadi pembicara bersama SBY dalam dalam Musyawarah Nasional Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) di Hotel Hard Rock, Bali, pada tahun 2003.
SBY yang saat itu menjabat sebagai menteri koordinator politik dan keamanan (Menkopolkam) pun meragukan dan menanyakan keseriusannya. Lalu Sofyan pun membenarkan dengan syarat wakil presiden dari kalangan pengusaha.
Sofyan lantas menawarkan dua nama pengusaha. Pertama, Aburizal Bakrie yang kala itu menjabat sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), dan kedua Menteri Koordonator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) yang saat itu dijabat oleh Jusuf Kalla. Singkatnya, Kalla yang terpilih menemani SBY untuk maju ke dalam pesta demokrasi tersebut.
- Hubungan Megawati dan SBY Renggang
Naiknya SBY sebagai kontestan pilpres pun membuat hubungan renggang dengan Megawati selaku mantan bos yang kemudian menjadi rival politiknya. Megawati menyayangkan sikap SBY yang seharusnya meminta izin dan konfirmasi kepada dirinya terlebih dahulu sebelum maju capres.
Bahkan efek hubungan tak sehati ini terasa ketika ia menjabat sebagia presiden. Suatu kali, SBY menghadiri pesta kesenian Bali di Denpasar, beberapa bulan setelah terpilih menjadi presiden pada 2004. Acara Presiden itu diboikot oleh sejumlah bupati yang berasal dari PDIP. Padahal menurut SBY, para bupati wajib loyal serta mendukung pemimpinnya siapa pun presidennya.
Dalam artikel Tempo berjudul Curhat SBY Soal Hubungannya dengan Mega, SBY mengaku telah mencoba memulihkan keadaan hubungannya dengan Megawati, namun beberapa kali juga tak membuahkan hasil. Keduanya pernah beberapa kali bertemu, antara lain saat wafatnya Taufik Kiemas dan di pemakaman Ani Yudhoyono.
FATHUR RACHMAN
Baca: Megawati Disebut Masih Penasaran Terhadap SBY
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.