TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Muhammad Mardiono, membantah isu yang menyebut pihak Istana Kepresidenan membantu dalam penerbitan Surat Keputusan (SK) Kemenkumham soal pergantian posisi ketua umum di partai ka'bah tersebut. Isu muncul karena SK itu terbit tak sampai sepekan setelah Suharso Monoarfa dilengserkan.
"Oh, tidak ada, tidak ada (campur tangan Istana), karena saya juga tidak pernah melapor dengan Bapak Presiden. Saya juga tidak pernah menelpon Pak Menteri atau Pak Dirjen, Saya tidak ada, tidak ada. Jadi ini ya natural aja," ujar Mardiono saat dihubungi, Selasa, 13 September 2022.
SK penetapan kepengurusan baru PPP terbit pada 9 September 2022. Mardiono sendiri baru ditetapkan sebagai Plt Ketua Umum PPP pada lima hari sebelumnya.
Tudingan ada campur tangan istana dalam pergantian Ketua Umum juga muncul setelah Ketua DPP PPP, Syaifullah Tamliha menyatakan mantan Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy sempat mendatangi kediaman Suharso Monoarfa pada Senin lalu, 5 September 2022.
Dalam petemuan itu Romy menyatakan mendukung kubu Muhammad Mardiono dan mengklaim telah menemui Presiden Jokowi, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung untuk membicarakan konflik di tubuh PPP. Kala itu Romy juga mengklaim sudah mendapat sinyal dari Istana untuk menengahi konflik di partai berlambang ka’bah ini.
Mardiono menyebut SK Kemenkumham tersebut bisa terbit kilat karena saat ini proses mengurusnya sudah dilakukan melalui daring. Sehingga, pihaknya bisa cepat mengumpulkan persyaratan penerbitan SK itu.
"Hari ini kita semua itu sudah difasilitasi oleh teknologi, yaitu kita sudah era digital sekarang. Semua termasuk pelayanan negara, pelayanan pemerintah, itu sudah mempersembahkan pelayanan digital," kata Mardiono.
Suharso Monoarfa dimakzulkan dari jabatannya melalui Musyawarah Kerja Nasional (mukernas) PPP yang digelar di Serang, Banten, pada Ahad, 4 September 2022. Mukernas tersebutlah yang menunjuk Mardiono sebagai Plt Ketua Umum PPP.
Kubu Suharso Monoarfa menyatakan bahwa Mukernas tersebut tak sah karena tak sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai. Meskipun demikian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tetap mengeluarkan SK yang mengesahkan kepengurusan versi Muhammad Mardiono.