TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat hukum dan advokat Boris Tampubolon mengatakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) seharusnya fokus menyelidiki extra judicial killing terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J alih-alih membangkitkan isu pelecehan seksual.
Boris mengatakan Komnas HAM, sebagai lembaga yang mengurusi masalah hak asasi manusia, seharusnya fokus menyelidiki extra judicial killing atau pembunuhan sewenang-wenang oleh aparatur Negara.
Hal ini, kata dia, jelas diatur dalam UU HAM. Bahkan extra judicial killing ini menurut Pasal 104 ayat 1 UU HAM dikategorikan sebagai pelanggaran HAM Berat. Menurutna, Komnas HAM harus menyelidiki apakah pembunuhan yang terjadi ini murni akibat perbuatan seseorang saja atau sudah menjadi perbuatan aktor negara yang terstruktur, sistematif, dan massif, dalam hal ini direpresentasikan oleh aparatur Negara kepolisian terhadap Yosua.
“Itu yang seharusnya diselidiki dan dinilai oleh Komnas HAM dan kemudian diberikan rekomendasi untuk membawa perkara ini ke pengadilan HAM,” kata Boris, dalam keterangan tertulisnya, 5 September 2022.
Ia mengatakan Komnas HAM seharusnya bukan mengurusi masalah pelecehan, karena hal itu adalah pidana biasa. Apalagi penyidikan pelecehan sudah dihentikan kepolisian karena tidak menemukan unsur pelecehan. “Keputusan polisi sebagai penyidik berdasarkan KUHAP menghentikan dugaan kasus pelecehan terhadap ibu PC sudah sangat tepat,” katanya.
Tindakan Sia-sia
Selain itu, Boris mengatakan rekomendasi Komnas HAM hanya bersifat rekomendasi, tidak wajib diikuti. Bila polisi mengikuti rekomendasi itu dan ingin mengusut lagi kasus pelecehan seksual, maka polisi sendiri yang akan repot dan menanggung malu.
“Lagi pula, secara hukum mustahil memproses kasus pelecehan terhadap Ibu PC tersebut,” katanya.
Alasannya, pertama, tujuan hukum acara pidana adalah menyidangkan si terlapor atau tersangka. Agar diuji dan diputus pengadilan apakah orang yang dilaporkan benar pelaku atau tidak. Selama belum diputus pengadilan, maka demi hukum perbuatan pelecehan dianggap tidak ada dan terlapor dianggap tidak bersalah (presumption of innocent).
“Jadi bila orang yang sudah meninggal dunia dilaporkan maka tujuan hukum acara pidana untuk mendakwa dan membawa dia ke pengadilan menjadi tidak dapat tercapai lagi,” katanya.
Sehingga penyidikan dan penetapan tersangka atas orang tersebut merupakan tindakan sia-sia yang tidak sesuai dengan tujuan KUHAP itu sendiri.
Kedua, Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 menyatakan penetapan tersangka berdasarkan dua alat bukti dan disertai pemeriksaan saksi/calon tersangkanya. Pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi kenapa harus disertai dengan pemeriksaan calon tersangka, adalah untuk perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka sudah dapat memberikan keterangan yang seimbang dengan minimum dua alat bukti yang telah ditemukan oleh penyidik.
“Jadi jelas bahwa pemeriksaan calon tersangka menjadi syarat mutlak sebelum penetapan tersangka,” ujar Boris.
Sedangkan, apabila orang yang dilaporkan ternyata sudah meninggal dunia lebih dulu bahkan sebelum ada laporan polisi, maka ia tidak mungkin bisa diperiksa sebagai saksi atau calon tersangka. Sehingga secara hukum, tidak mungkin juga ia ditetapkan sebagai tersangka, karena tidak mungkin memeriksa orang tersebut sebagai calon tersangka karena sudah meninggal lebih dulu.
Permintaan Komnas HAM
Sebelumnya, Komnas HAM menyimpulkan ada dugaan kuat kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J kepada Putri Candrawathi. Hal ini diungkapkan oleh Komisioner Komnas HAM Bidang Penyuluhan Beka Ulung Hapsara saat membacakan laporan penyelidikan kasus pembunuhan Brigadir J, Kamis, 1 September lalu.
"Terdapat dugaan kuat terjadi peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada Saudari PC di Magelang tanggal 7 Juli 2022," kata Beka.
Dugaan ini berdasarkan temuan faktual Komnas HAM yang memperlihatkan Putri Candrawathi diduga mengalami kekerasan seksual yang dilakukan Yosua. Peristiwa tersebut terjadi di Magelang pada 7 Juli, ketika Ferdy Sambo tidak berada di Magelang, seperti disampaikan Komisioner Komnas HAM Choirul Anam.
"Pada tanggal yang sama (7 Juli) terdapat dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap Saudari PC di mana Saudara FS pada saat yang sama tidak berada di Magelang," kata Anam.
Oleh karena itu, Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi kepada pihak kepolisian agar kasus pelecehan yang dialami Putri Candrawathi bisa diusut kembali.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.