TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengungkapkan kasus mutilasi warga oleh TNI di Timika, Papua yang diawali dengan perdagangan senjata mestinya menjadi perhatian serius. Menilik adanya perdagangan senjata ini, Komisi I DPR mestinya tidak boleh diam dengan ada kasus ini.
Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera ini mengungkapkan perdagangan senjata di Papua kian marak dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan dalam pengamatannya, Usman melihat adanya ulah aparat pada perdagangan senjata.
"Jual beli senjata selama ini amat marak. Sumbernya beragam, mulai dari jalur perdagangan melalui perbatasan hingga jual beli oleh aparat keamanan. Itu harus ditindak. Komisi I DPR RI tidak boleh mendiamkan masalah tersebut," kata Usman saat dihubungi Sabtu 3 September 2022.
Mengenai adanya temuan ini, Usman menyampaikan bahwa kasus ini harusnya dibuka secara transparan. Kasus ini mestinya diajukan ke peradilan umum dan bukan ke pengadilan militer jika ditemukan adanya pelanggaran HAM berat.
"Karena itu bukan pelanggaran hukum militer maka itu seharusnya diajukan ke peradilan umum atau jika ditemukan cukup bukti sebagai pelanggaran HAM berat maka harus dibawa ke pengadilan HAM," ujarnya.
Pemerintah dalam hal ini, menurut Usman, harus melakukan tindakan politik parlemen yang dapat mendorong pemerintah dan penegak hukum menindak para pelakunya dan mencegah praktik serupa berulang. Ia menyarankan pemerintah agar membaca laporan Aliansi Demokrasi Untuk Papua (ALDP) dan Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) tentang jual beli beli senjata.
"Pemerintah bisa mempelajari hasil-hasil penelitian lembaga yang melakukan penelitian atas masalah tersebut. Pemerintah juga dapat melakukan penyelidikan tersendiri untuk menelusuri peredaran dan perdagangan senjata di Papua dan seluruh Indonesia," kata Usman.
Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDIP Effendi Simbolon hanya memperingatkan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi soal kasus TNI memutilasi warga sipil di Timika, Papua. Peringatan tersebut diungkapkan dapat berpotensi mengganggu KTT G20 di Bali pada akhir 2022.
"Kasus mutilasi ini sangat serius, ini kita dipermalukan. Bukan cuma kombatan yang kita hantam, tapi warga sipil kita dimutilasi oleh tentara," kata Effendi saat rapat kerja dengan Menteri Luar Negeri RI di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 1 September 2022.
Kasus pembunuhan dengan cara mutilasi diduga dilakukan 12 orang pelaku, delapan di antaranya anggota Brigif 20 Timika. Para korban yang dilaporkan menjadi korban, yaitu Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Leman Nirigi, dan seorang korban lainnya yang belum diketahui identitasnya.
Korban dibunuh Senin 22 Agustus lalu sekitar pukul 21.50 WIT di kawasan SP 1, Distrik Mimika Baru. Kemudian jasadnya dibuang di sekitar Sungai Kampung Pigapu, Distrik Iwaka, Timika.
Baca: Keluarga Bantah Korban Mutilasi di Papua Ada Kaitan dengan KKB, Ini Kronologi versi Mereka
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.