TEMPO.CO, Jakarta - Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) kembali menyita aset tersangka Surya Darmadi. Bos Duta Palma itu merupakan tersangka kasus korupsi penguasaan lahan sawit yang merugikan negara Rp 104,1 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menyatakan aset Surya Darmadi yang disita berupa kapal beserta dokumennya.
Penyitaan itu berdasarkan Penetapan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Palembang Nomor: 10/Pen.Pid.Sus-TPK/2022/PN.Plg tanggal 24 Agustus 2022.
"Dilakukan penyitaan terhadap tanah, bangunan dan/atau benda tidak bergerak pada Selasa 30 Agustus 2022," kata Ketut dalam keterangan tertulis pada Rabu, 31 Agustus 2022 di Jakarta.
Kapal yang disita itu berupa satu unit kapal motor tunda dengan nama Kapal Royal Palma-9 eks Deli Muda II, dengan tanda panggilan YD 4513. Kemudian satu unit tongkang bernama Kapal Royal Palma-2.
Kapal itu posisinya berada di dermaga PT. Hamita Utama Karya Sungai Lilin Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatra Selatan. Rencananya kapal tongkang itu akan mengangkut Crude Palm Oil (CPO) sejumlah lima ribu ton dengan tujuan Pelabuhan Marunda Jakarta.
"Penyitaan dilakukan demi kepentingan penyidikan terhadap perkara Tindak Pidana Pencucian Uang," kata Ketut.
TPPU itu berkaitan dengan tindak pidana asal yaitu tindak pidana korupsi dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu atas nama tersangka Surya Darmadi.
Surya Darmadi saat ini masih menjalani pemeriksaan dan menjadi tahanan Kejagung. Dia sebelumnya menjadi buronan. Dalam kasus ini, penyidik juga menetapkan Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008 Raja Thamsir Rachman sebagai tersangka.
Kronologi singkat kasus ini pada 2003, Surya Darmadi disebut melakukan kesepakatan dengan Raja untuk mempermudah izin kegiatan usaha lima perusahaannya di bawah grup Duta Palma.
Kelima perusahaan yang dimaksud adalah PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu, dan PT Kencana Amal Tani.
Kemudian, usaha budidaya perkebunan dan pengolahan kelapa sawit itu terletak di kawasan hutan produksi konversi (HPK), hutan produksi terbatas (HPT), dan hutan penggunaan lainnya (HPL) di lahan seluas 37 ribu hektare.
Menurut Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, kelengkapan perizinan dibuat secara melawan hukum dan tanpa didahului dengan izin prinsip maupun analisis dampak lingkungan. Di samping itu, grup perusahaan Surya Darmadi juga tidak memenuhi kewajiban hukum dalam menyediakan pola kemitraan sebesar 20 persen dari total areal kebun yang dikelola.
Khusus tersangka Surya Darmadi, ia disangkakan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan TPPU.
Baca juga: Kerugian Negara di Kasus Surya Darmadi Naik Jadi Rp 104,1 Triliun, Ini Penjelasan Kejagung
AYU CIPTA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.