TEMPO.CO, Jakarta - Tepat hari ini, 29 Agustus 2005 silam, Cendekiawan Muslim Nurcholis Madjid meninggal dunia di Rumah Sakit (RS) Pondok Indah, Jakarta Selatan. Nurcholis, yang biasa disapa Cak Nur, telah menjalani perawatan di ruang ICU sejak seminggu sebelumnya. Dia menderita penyakit sirosis hati dan sempat menjalani operasi transplantasi hati di RS Taiping, Guangdong, Cina.
Meski pemikirannya tentang Islam sekuler banyak mendapatkan respons pro dan kontra, Nurcholis Madjid adalah salah satu pemikir Islam terbaik Indonesia. Dia telah memberikan kontribusi pemikiran-pemikiran keislaman kontemporer, khususnya dalam apa yang ia sebut pada 1990 sebagai mempersiapkan umat Islam Indonesia memasuki zaman modern. Cak Nur boleh disebut sebagai lokomotif pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia.
Pikiran-pikirannya pun terkadang sangat kontroversial, sehingga pada 1970-an disebut sebagai tokoh kontroversi. Di sisi lain, ada pula yang menyebutnya sebagai Natsir Muda. Sebutan ini dihubungkan dengan nama salah seorang tokoh partai Masyumi yang berpandangan modern, yaitu Muhammad Natsir. Tak jarang, pemikiran Nurcholis Madjid menjadi acuan bagi kalangan pembaharu modernisme muslim di Tanah Air.
Profil dan Pemikiran Nurcholis Madjid
Semasa hidupnya, Nurcholis Madjid bersama sejumlah tokoh mendirikan Yayasan Paramadina. Yayasan ini digunakannya sebagai salah satu pusat kajian keislaman, yang menawarkan citra baru Islam inklusif dan menghadirkan perspektif baru dalam menelaah problem kemanusiaan kontemporer. Melalui platform Paramadina inilah dia mengembangkan secara konsisten jalur intelektualnya.
Mengutip publikasi Peran Nurcholis Madjid Dalam Pembaharuan Pemikiran Islam Tahun 1965-2005 dalam repository.upy.ac.id, Nurcholis Madjid pernah menulis artikel berjudul “Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat”. Artikel ini kemudian menimbulkan perdebatan besar mengenai sekularisasi dan sekularisme. Pemikir dan pembaharu Islam Ahmad Wahid dalam catatan hariannya mengungkapkan, pergolakan pemikiran Islam menganggap Nurcholis Madjid telah berubah dari seseorang pemikir Islam yang “konservatif” kepada pemikiran ”liberal”.
Menurut Budhy Munawar Rachman dalam Ensiklopedi Nurcholis Madjid, Cak Nur tidaklah mengalami suatu perubahan. Tetapi artikel tersebut benar-benar merupakan kelanjutan dari pemikiran sebelumnya. Sebab artikel itu menggambarkan persoalan-persoalan mendesak untuk dipecahkan. Khususnya menyangkut integrasi umat akibat terpecah belahnya oleh paham-paham kepartaian politik.
Respons artikel-artikel Nurcholis Madjid yang terbit tahun 1970 hingga 1972 sangat keras dan memicu kontroversi berkepanjangan. Tetapi respons inilah yang membuat Nurcholis Madjid terkenal di seluruh Indonesia dengan pro-kontranya. Nurcholis Madjid dengan pemikiran “Sekularisasi dan Islam, Yes! Partai Islam, No!” hendak mengajak umat Islam untuk mulai melihat kemerdekaan-kemerdekaan berpikir dan kreativitas yang telah terpasung. Dia menyarankan suatu kebebasan berpikir dan sikap terbuka.
Sebagai seorang tokoh pembaharu, Nurcholis Madjid kerap meluangkan pemikirannya di bidang keislaman, politik Islam, moral dan kemasyarakatan di berbagai media antara lain Kompas, Panji Masyarakat, Pelita, Suara Pembaharuan, Republika, Majalah Ulumul Qur’an, Prisma dan Amanah. Tulisannya juga acap menghiasi lembaran majalah politik, misalnya Adil, Forum, Gatra, Matra, Majalah Tempo dan lainnya.
Beberapa karya-karya Nurcholis Madjid antara lain yaitu: Islam Kemodernan dan Keindonesiaan (1987), Khazanah Intelektual Islam (1986), Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan (1993), Pintu-Pintu Menuju Tuhan (1994), Islam Agama Kemanusiaan, Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia (1995), Islam Agama Peradaban, Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah (1995), Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia (1997), Kaki Langit Peradaban Islam (1997), Masyarakat Religus (1997), dan “Ibrahim, Bapak Para Nabi dan Panutan Ajaran Kehanifan” dalam Seri KKA ke-124/Tahun XII/1997 (1997).
Karya lain Nurcholish Madjid yaitu: 30 Sajian Ruhani: Renungan di Bulan Ramadhan (1998), Perjalanan Relejuis Umrah dan Haji (1997), Bilik-Bilik Pesantren (1997), Dialog Keterbukaan, Artikulasi Nilai Islam Dalam Wacana Sosil Politik Kontemporer (1998), Cita-Cita Politik Islam (1999), Cendekiawan dan Relegiusitas Masyarakat (1999), Pesan-Pesan Takwa: Kumpulan Khutbah Jum’at (2000), Perjalan Relegius ‘Umrah dan Haji’ (2000), Atas Nama Pengalaman: Beragama dan Berbangsa di Masa Transisi, Kumpulan Dialog Jum’at di Paramadina (2002), The True Face of Islam: Essays on Islam and Modernity in Indonesia (2003), Indonesia Kita (2004), dan Islam Doktrin dan Peradaban (2008).
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca: Pandangan Teologis Cak Nur Cegah Kebuntuan Agama
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.