TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi telah memverifikasi laporan dari dosen Ubedilah Badrun mengenai dugaan korupsi dua anak Presiden Jokowi. Hasilnya, KPK menyimpulkan bahwa laporan itu belum jelas.
"Sejauh ini indikasi tindak pidana korupsi yang dilaporkan masih sumir, tidak jelas," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di kantornya, Jakarta, Jumat, 19 Agustus 2022.
Ghufron mengatakan lembaganya menerima laporan itu pada 10 Januari 2022. Tim KPK, kata dia, telah bertemu lagi dengan Ubedilah pada 26 Januari 2022.
Dalam pertemuan itu, kata dia, tim KPK meminta Ubedilah menjelaskan tentang uraian fakta dugaan korupsi dan pencucian uang seperti yang dilaporkannya. Menurut Ghufron, Ubedilah tidak memiliki informasi tersebut.
"Pelapor belum mempunyai informasi uraian fakta dugaan TPK dan atau TPPU," ucap dia. Menurut dia, KPK juga belum menemukan unsur tindak pidana dalam laporan yang dibuat Ubedilah. Karena itu, Ghufron mengatakan KPK tak melanjutkan laporan itu dan mengarsipkannya.
Ubedilah melaporkan Gibran dan Kaesang ke KPK pada Senin, 10 Januari 2022. Ubedilah melaporkan relasi bisnis dua anak Jokowi yang menurutnya berpotensi memunculkan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Ia mengatakan dugaan KKN tersebut terjadi berkaitan dengan adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura ke perusahaan rintisan kuliner anak Jokowi. Menurut dia, tidak mungkin perusahaan baru anak Presiden mendapat suntikan dana penyertaan modal dari sebuah perusahaan ventura.
"Setelah itu, anak Presiden membeli saham di sebuah perusahaan dengan angka yang juga cukup fantastis Rp 92 miliar, dan itu bagi kami tanda tanya besar," ujar Ubedilah.
Ubedilah Badrun juga mempertanyakan, apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dapat dengan mudah mendapatkan penyertaan modal. “Apalagi angkanya cukup fantastis, dari mana kalau bukan karena anak Presiden.”
Ubedilah Badrun mengaitkan aliran modal itu dengan peristiwa pembakaran hutan pada 2015. PT SM menjadi tersangka pembakaran hutan dan dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) senilai Rp 7,9 triliun. Namun, dalam perkembangannya, Mahkamah Agung hanya mengabulkan tuntutan senilai Rp 78 miliar. Perusahaan pembakar hutan itulah, yang menurut Ubedilah, terafiliasi dengan perusahaan yang memberikan modal untuk usaha anak-anak Jokowi.