TEMPO.CO, Jakarta - Bhayangkara Dua Bharada Richard Eliezer atau Bharada E mengajukan diri sebagai Justice Collaborator dalam kasus kematian Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Pengajuan diri sebagai Justice Collaborator ini disampaikan kuasa hukum Bharada E, Deolipa Yumara di Mabes Polri, Ahad dini hari, 7 Agustus 2022.
Meski berstatus tersangka, kata Deolipa, Bharada E memiliki pengetahuan yang sangat penting terkait kasus tersebut. Dia adalah saksi kunci dalam kasus penembakan yang terjadi di rumah dinas Eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Lalu, apa itu Justice Collaborator dan apakah status ini dapat meringankan hukuman Bharada E?
Justice Collaborator adalah pelaku tindak pidana yang bekerja sama dengan aparat hukum untuk membongkar kasus tersebut. Di Indonesia, aturan terkait Justice Collaborator tertera dalam Undang-Undang atau UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam Pasal 10 ayat 2 diatur tentang hubungan antara kesaksian justice collaborator dan hukuman yang diberikan.
Disebutkan, seorang saksi sekaligus tersangka dalam suatu kasus, tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana bila terbukti salah. Tetapi kesaksiannya dapat memperingan pidana. “Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat meringankan pidana yang akan dijatuhkan terhadapnya,” bunyi pasal tersebut.
Namun UU Nomor 13 Tahun 2006 tak memberikan panduan untuk menentukan kapan seseorang dapat disebut sebagai pelaku yang bekerja sama, pihak yang menentukan bahwa seorang pelaku telah bekerja sama, ukuran kerja sama seseorang yang mengaku sebagai pelaku bekerja sama atau ukuran penghargaan yang akan diberikan. Kemudian pada 2011, Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung atau SEMA tentang justice collaborator dan whistleblower. Dokumen tersebut diharapkan menjadi pegangan hakim dalam memutus perkara.
Dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2011, justice collaborator disebutkan sebagai salah satu pelaku tindak pidana tertentu, bukan pelaku utama kejahatan, yang mengakui kejahatan yang dilakukannya, serta memberikan keterangannya sebagai saksi dalam proses peradilan. Tindak pidana tertentu yang dimaksud SEMA yaitu tindak pidana korupsi, terorisme, narkotika, pencucian uang, dan perdagangan orang, maupun tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir. Sehingga, menimbulkan masalah dan ancaman serius bagi stabilitas dan keamanan masyarakat.
Salah satu acuan SEMA adalah Pasal 37 Ayat 2 dan 3 Konvensi PBB Anti Korupsi atau United Nations Convention Against Corruption 2003. Ayat 2 pasal tersebut berbunyi, “Setiap negara peserta wajib mempertimbangkan, memberikan kemungkinan dalam kasus-kasus tertentu mengurangi hukuman dari seorang pelaku yang memberikan kerja sama yang substansial dalam penyelidikan atau penuntutan suatu kejahatan yang diterapkan dalam konvensi ini.”
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca: Bharada E Ajukan Diri sebagai Justice Collaborator di Kasus Kematian Brigadir J
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.