TEMPO.CO, Jakarta - Tepat 63 tahun lalu di hari yang sama, Presiden Pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit ini menandai perubahan sistem pemerintahan di Indonesia dari demokrasi liberal menjadi demokrasi terpimpin.
Bermula saat Bung Karno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Melansir dari Majalah Tempo 19 Mei 2008, dekrit ini merupakan keputusan Presiden Sukarno membubarkan lembaga tertinggi negara konstituante sebagai hasil Pemilu 1955. Pembubaran itu lantaran lembaga dianggap gagal menghasilkan konstitusi baru untuk menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS).
Kemudian, pada 5 Maret 1960 Presiden Soekarno membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan menggantinya dengan DPR-GR. Bukan tanpa alasan, terdapat sejumlah sebab yang membuat Presiden Soekarno membubarkan DPR hasil Pemilihan Umum (Pemilu) saat itu.
Mengutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, dekret ini dikeluarkan sebagai akibat dari kegagalan Badan Konstituante dalam menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) Pengganti UUD Sementara 1950. Selain itu, dorongan sosial dan tensi politik kala itu menunjukkan kecenderungan adanya pendesakan untuk kembali pada UUD 1945.
Sebagai informasi, sebelum Dekret Presiden 5 Juli dikeluarkan, sistem pemerintahan di Indonesia menggunakan model demokrasi liberal dengan berlandaskan UUD Sementara 1950. Namun, di dalam panitia perumus Dewan Nasional muncul usulan tertulis yang diajukan oleh Mayor Jenderal AH Nasution untuk kembali menggunakan UUD 1945 sebagai dasar negara.
Alhasil, berdasarkan usulan tersebut dan desakan politik yang muncul, Soekarno akhirnya mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.
Setidaknya, terdapat tiga poin penting dalam dekrit presiden ini, meliputi:
- Pembubaran Dewan Konstituante;
- Tidak berlakunya UUD Sementara 1950 dan pemberlakuan kembali UUD 1945; dan
- Pembentukan Majelis Permusyawaratan Sementara (MPRS) yang terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), utusan daerah dan golongan, serta Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).
Dekrit presiden ini setidaknya membawa tiga dampak langsung bagi kehidupan pemerintahan di Indonesia. Pertama, kehadiran dekrit ini memberhentikan segala tugas kabinet, parlemen, dan periode sistem parlementer. Kedua, dekrit ini menjadi penanda berakhirnya sistem pemerintahan parlementer.
Ketiga, dekrit ini meminimalisasi peranan parlemen dan partai politik dalam dinamika pemerintahan di Indonesia sehingga kepemimpinan dipegang langsung oleh Soekarno. Kemudian, sistem pemerintahan pada masa itu dikenal dengan istilah demokrasi terpimpin.
ACHMAD HANIF IMADUDDIN
Baca: 3 Nama Soekarno Kelahirannya Serba 6 dan Bersamaan Letusan Gunung Kelud
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.