TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Nasional Reformasi KUHP secara tegas menolak RKUHP tanpa partisipasi bermakna atau meaningful participation. Aliansi menilai terdapat lebih dari 14 isu yang krusial, beberapa isu bermasalah dalam RKUHP yang tidak dibahas oleh pemerintah terutama terkait kebebasan berekspresi dan berpendapat.
“Aliansi Nasional Reformasi RKUHP akan menolak RKUHP apabila tidak ada pembahasan terbuka dan tanpa partisipasi bermakna," kata Aliansi Nasional Reformasi KUHP dalam keterangan tertulis, 23 Juni 2022.
Sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM mengundang Aliansi Nasional Reformasi KUHP untuk berdiskusi terkait isu-isu dalam RUU tentang KUHP di Hotel Gran Melia, Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan pada 23 Juni 2022. Aliansi Nasional Reformasi KUHP beranggotakan YLBHI, KontraS, Imparsial, dan LBH Jakarta.
Berikut point-point penting yang dibahas Aliansi Nasional Reformasi KUHP dalam diskusi yang dilakukan dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia:
Pertama, Aliansi menyambut baik diskusi antara pemerintah dan masyarakat sipil terkait RKUHP. Namun, Aliansi menekankan bahwa diskusi ini bukan bagian dari pembahasan RKUHP dengan partisipasi yang bermakna. Sebab, belum ada draft terbaru dan diskusi ini bukan bagian dari proses pembahasan undang-undang yang harusnya dilakukan dalam masa sidang di DPR.
Kedua, Aliansi menolak untuk mengamini bahwa hanya ada 14 pasal krusial dalam RKUHP untuk pembahasan lebih lanjut dengan DPR. Aliansi menilai ada lebih dari 14 isu yang krusial, beberapa isu bermasalah dalam RKUHP yang tidak dibahas oleh pemerintah, terutama terkait kebebasan berekspresi dan berpendapat, yaitu:
1. Penghinaan terhadap pemerintah (Pasal 240 RKUHP)
2. Penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara (Pasal 353 & 354 RKUHP)
3. Penyelenggaraan unjuk rasa dan demonstrasi tanpa izin (Pasal 273 RKUHP).
Dari tiga jenis penghinaan ini, penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara menjadi perhatian bersama dikarenakan tidak diaturnya delik aduan dalam penghinaan kekuasaan umum dan lembaga negara melalui sarana teknologi informasi (Pasal 354 RKUHP).
Hal lain seperti teknis penyesuaian dalam bentuk kodifikasi terhadap tindak pidana di luar KUHP juga belum secara komprehensif diatur, seperti harmonisasi dengan UU ITE, UU TPKS, dan lain sebagainya.
Ketiga, Aliansi meminta agar tim perumus RKUHP, pemerintah dan DPR membuka pembahasan dan tidak mengesahkan RKUHP dengan terburu-buru dan pembahasan dengan partisipasi bermakna sesuai arahan Presiden Jokowi pada 2019.
Aliansi menilai pemerintah sepertinya masih dalam posisi ingin mengesahkan RKUHP tanpa adanya pembahasan yang lebih dalam, hal ini menurut aliansi bertentangan dengan prinsip keterbukaan itu sendiri.
Aliansi Nasional Reformasi KUHP menilai pemerintah tidak merespon soal permintaan penghapusan pasal – pasal yang bertentangan dengan misi RKUHP untuk melakukan dekolonialisasi, pasal-pasal kolonial seperti penghinaan presiden, penguasa umum, lembaga negara sampai dengan larangan unjuk rasa yang bahkan tak lagi ada di KUHP Belanda, masih ingin dipertahankan.
MUTIA YUANTISYA