TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau PPPA meminta kakek cabul di Ambon, Maluku, yang diduga memperkosa lima anak dan dua cucunya yang masih di bawah umur agar dihukum maksimal. Sesuai aturan, ancaman bisa sampai pada pidana mati.
"Mengingat korbannya lebih dari satu orang," kata Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar dalam keterangan tertulis, Minggu, 19 Juni 2022.
Nahar mengatakan perbuatan pelaku dapat diancam dengan sejumlah pasal di UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, yaitu Pasal 76D juncto Pasal 81 ayat 1, 2, 3, 5, 6, dan 7. Karena korban lebih dari satu maka pasal 81 ayat 5 menyatakan pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.
Selain itu, pada pasal 81 ayat 6 dan 7, pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas, tindakan kebiri kimia dan tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
Sebelumnya, kasus ini diumumkan oleh Polresta Pulau Ambon. "Ada tujuh korban yang dicabuli serta disetubuhi pelaku berinisial RH alias BO," kata Kasie Humas Polresta setempat, Inspektur Dua Moyo Utomo di Ambon, Kamis, 16 Juni, dikutip dari Antara.
Kasus ini masih ditangani oleh Polres Kota Ambon dan Kementerian menyebut terduga pelakunya telah mengakui perbuatannya dan kini ditahan oleh polisi. Kementerian kini juga berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk mengawal pendampingan korban dan memastikan ketujuh korban mendapatkan layanan pemulihan trauma.
Nahar lalu menjelaskan berdasarkan laporan dari UPTD PPA Maluku, pelaku telah melakukan pemerkosaan terhadap anaknya dalam rentang waktu yang lama, mulai dari anak pertama hingga anak kelima.
Perbuatannya sempat diketahui ibu korban ketika pemerkosaan masih dilakukan kepada anak pertamanya pada saat kelas VI SD hingga SMP. Namun, ibu korban memaafkan pelaku dan tidak melaporkan tindakan kejahatan itu kepada polisi. Kini korban yang merupakan anak pertama telah berusia 27 tahun dan memiliki dua anak.
“Ternyata pelaku tidak bertobat bahkan melakukan perbuatan kejinya juga kepada seluruh anaknya dan juga kepada dua cucu dari anak pertamanya, yang masih berusia lima dan enam tahun,” kata Nahar.
Perbuatan itu, kata Nahar, dilakukan dengan alasan agar anak tidak mengalami kesakitan ketika malam pertama dan mengancam korban untuk tidak memberitahukan orang lain. Kejahatan RH terbongkar ketika salah satu cucu yang diperkosa mengalami sakit pada kemaluannya.
Pada akhirnya sang cucu mengakui pada ibunya atas pemerkosaan yang dialami. Perbuatan RH kemudian dilaporkan ke polisi oleh ibunya, yang juga anak pertama yang pernah diperkosa oleh ayah kandungnya.
Kepada semua orang tua, Nahar meminta mereka yang mengetahui anaknya menjadi korban kekerasan seksual agar melaporkan kepada pihak yang berwajib. Orang tua, kata dia, harus diberikan pemahaman bahwa dengan melaporkan tindak kekerasan seksual yang dialami oleh anaknya, maka akan ada bantuan dari berbagai pihak untuk memastikan anak tersebut dipenuhi hak-haknya.
Kalau tidak lapor, kata dia, hal buruk bisa terjadi. Sehingga, keberanian ini yang harus sama-sama didorong agar siapapun yang melihat, mendengar bahkan mengalami sendiri untuk berani melapor.
KemenPPPA mendorong masyarakat yang mengalami atau mengetahui kasus kekerasan seksual segera melaporkannya kepada SAPA129 KemenPPPA melalui hotline 129 atau WhatsApp 08111-129-129 atau melaporkan ke polisi setempat. Hal itu untuk mencegah berulangnya kasus tersebut.
Menteri PPPA Bintang Puspayoga juga meminta aparat penegak hukum tidak memiliki keraguan untuk menuntaskan kasus ini dengan hukuman maksimal. Bintang meminta penanganan kasus tersebut dilakukan seadil-adilnya dengan memperhatikan kepentingan korban.
Bintang menyebut kasus pemerkosaan yang dilakukan seorang ayah terhadap anak dan cucu kandungnya, yang seharusnya menjadi pelindung dalam keluarga, merupakan perbuatan yang sangat keji. Untuk itu, kata dia, tidak ada toleransi apapun terhadap segala tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh siapapun, terlebih seorang ayah.
Menteri PPPA Bintang menilai pelaku harus dihukum maksimal mengingat korbannya banyak dan mereka adalah anak dan cucu kandung pelaku sendiri. Tindakan hukum yang berat atas kasus kekerasan seksual dinilai sangat diperlukan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku dan orang lain.
“Saya harap pelakunya dihukum berat karena menurut keterangan saksi di kepolisian, pelakunya masih mengulang perbuatannya meski telah terungkap dan diketahui oleh ibu korban,” ujar Bintang.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini