TEMPO.CO, Jakarta - Yap Thiam Hien merupakan pengacara Indonesia keturunan Tionghoa-Aceh. Lahir 25 Mei 1913, sosok yang mengabdikan hidupnya untuk menegakkan keadilan Hak Asasi Manusia (HAM) ini tutup usia pada 25 April 1989 silam.
Yap Thiam Hien merupakan anak dari pasangan Yap Sin Eng dan Hwan Tjing Nio. Sejak kecil sosok Yap Thiam telah memiliki sifat pemberontak dan membenci segala sesuatu yang berhubungan dengan penindasan dan kesewenang-wenangan.
Di masa muda, pengacara yang meraih popularitas di era Orde Baru ini menjalani pendidikan di sekolah kolonial Belanda, Europesche Lagere School, Aceh. Kemudian Yap Thiam Hien beserta adik-adiknya dibawa sang ayah pindah ke Batavia, untuk melanjutkan pendidikan di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), Sekolah Menengah Pertama pada jaman kolonial Belanda di Indonesia.
Setelah itu Yap Thiam Hien meneruskan ke AMS A-II (Algemene Middelbare School), sekolah pendidikan menengah umum (setingkat SMA), dengan program Bahasa Barat di Bandung dan Yogyakarta. Dirinya sangat tertarik pada sejarah dan fasih dalam beberapa bahasa asing, seperti bahasa Belanda, Inggris, Jerman, Prancis, dan sebagainya. Yap Thiam Hien lulus dari sekolah ini tahun 1933; dan karena pengaruh unsur sekolah barat, dirinya berganti kepercayaan, dan memeluk Agama Kristen di tahun 1938.
Yap Thiam Hien Dukung Lahirnya LBH
Merujuk encyclopedia.jakarta-tourism.go.id, pada awal 1949 Yap Thiam Hien kembali ke Jakarta dan bekerja di gereja sebagai pengacara muda. Akhir 1949 sosoknya bergabung dalam sebuah law firm bersama-sama Tan Po Goan dan Oei Tjoe Tat, kemudian pada 1970 mendirikan law firm-nya sendiri.
Selain aktif di gereja, Yap Thiam Hien juga aktif di lembaga hukum Sin Ming Hui, dan ikut mendirikan Baperki pada 1954. Yap Thiam Hien terpilih sebagai Wakil Ketua Umum Baperki sampai mengundurkan diri dalam Kongres di Semarang 1960, karena berbeda pandangan politik dengan pengurus lainnya, terutama dengan Ketua Umum Siauw Giok Tjhan mengenai konsepsi Presiden Soekarno untuk kembali ke UUD 1945. Yap Thiam Hien Berpendapat UUD 1945 adalah UUD yang memusatkan kekuatan politik pada presiden dan bertentangan dengan hak asasi manusia.
Yap Thiam Hien seorang Kristen yang sangat gigih mempertahankan pendiriannya dan menjadi salah seorang pendiri dan Ketua Dewan Pendidikan Gereja Indonesia dari 1950 - 1957. Ia menjadi tokoh kontroversial ketika pada masa pemerintahan Soekarno bersedia menjadi pembela Liem Koe Nio, seorang jutawan pentolan Kuomintang.
Kembali namanya disebut ketika melakukan pembelaan atas Dr Soebandrio, mantan Wakil Perdana Menteri kabinet Soekarno pada Sidang Mahmilub 1966. Pada 1968 ia ditangkap dan ditahan selama beberapa minggu, karena menuduh jaksa dan polisi memerasnya. Yap Thiam Hien kemudian digugat oleh dua orang petugas, tetapi oleh Mahkamah Agung dilepas dan dibebaskan dari tuduhan.
Setelah kerusuhan Malari 1974, ia ditahan selama setahun dan menolak menerima konsesi apapun. Selama akhir 1960-an Yap Thiam Hien diangkat menjadi pengurus Dewan Gereja-Gereja Dunia dan Komisi Internasional Ahli Hukum. Ia juga aktif di Perhimpunan Advokat Indonesia atau Peradin dan Asosiasi advokat Indonesia (AAI).
Pada 1970 ketika atas prakarsa Peradin, Adnan Buyung Nasution mendirikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Yap Thiam Hien sebagai pengacara senior memberikan dukungan penuh. Yap Thiam Hien juga menjadi anggota International Commision of Jurist (Geneva) dan pada 20 September 1980 dirinya memperoleh gelar Doktor Honoris Causa di bidang hukum dari Vrije Universiteit, Belanda.
Namanya diabadikan dalam penghargaan Yap Thiam Hien Award, yaitu penghargaan yang diberikan oleh Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia kepada orang-orang atau lembaga yang berjasa besar dalam upaya penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Majalah Tempoi pernah menerima penghargaan ini pada 2012.
DELFI ANA HARAHAP
Baca: Majalah Tempo Sabet Yap Thiam Hien Award 2012
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.