TEMPO.CO, Jakarta - Ulama dan cendekiawan Muslim Indonesia Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii wafat pada hari ini, Jumat, 27 Mei 2022. Mantan Ketum PP Muhammadiyah ini pernah mengenyam pendidikan hingga ke Amerika Serikat (AS). Tapi, siapa sangka ia lahir di pelosok kampung di Sumatera Barat.
“Tak sedikit pun terbayangkan oleh saya, nasib seorang anak kampung yang terletak jauh tersuruk di nagari Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, sekiranya Indonesia tidak merdeka pada 17 Agustus 1945. Selagi kecil (kelahiran 31 Mei 1935), tak ada mimpi untuk sekolah jauh, tak ada cita-cita tinggi yang ingin diraih,” tulis Buya Syafii di buku Menjadi Indonesia terbitan Tempo Institute.
Di nagari Sumpur Kudus yang sunyi itu, tulis dia, Sungai Batang Sumpur memanjang dari utara ke selatan sebelum melebur dengan Sungai Ombilin yang lebih besar. Sementara di malam hari, penduduk biasanya dikejutkan auman harimau yang menakutkan.
Harimau itu terkadang mencari mangsa, entah kambing, anjing, ayam, sapi, kerbau, atau kuda. Jika musibah itu terjadi, seantero kampung gempar dan mereka yang berani serta jago silat bergegas menemui si raja hutan.
Buya Syafii mengatakan sudah puluhan bahkan ratusan tahun Sumpur Kudus adalah nagari yang gelap gulita ketika malam. Listrik baru mengalir pada 2005.
Sebelum itu, penduduk Sumpur Kudus yang mampu biasa memakai genset untuk melawan kegelapan malam. Sementara penduduk miskin biasa menggunakan lampu minyak tanah atau lampu minyak kelapa yang diberi sumbu kapas.
“Bagi saya, kemerdekaan sungguh sangat tinggi harganya. Berkat kemerdekaanlah saya punya kesempatan belajar, tidak saja ke Jawa, bahkan sampai ke Chicago, Amerika Serikat, hingga tuntas,” ungkapnya.
Tak lupa ia berterima kasih kepada para pejuang kemerdekaan Indonesia. Tanpa mereka, Indonesia tidak akan menjadi negara berdaulat seperti sekarang ini. Sekalipun dalam perkembangan terakhir, kedaulatan itu terasa tidak dirawat dengan baik.
“Tanpa kemerdekaan bangsa, saya boleh jadi akan tetap terbenam dan terkurung di nagari udik Sumpur Kudus yang sangat saya cintai. Berkat kemerdekaan, di samping listrik, jalan pun sudah diaspal, sekalipun tidak lebar,” candanya.
Tetapi dengan sisi-sisi hitam itu, kata dia, sebagai anak kampung ia tidak pernah berhenti bersyukur kepada Allah SWT. Berkat-Nya, kemerdekaan bisa diraih dan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berdaulat.
AMELIA RAHIMA SARI
Baca juga: Buya Syafii Maarif Wafat, PBNU: Beliau Tokoh Muhammadiyah Paling Excellence