TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis data terbaru tren penindakan perkara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terutama pada masa kepemimpinan komisioner baru yang dipimpin Firli Bahuri.
Dari data yang dikumpulkan ICW, disimpulkan penindakan KPK semakin mengendur. Terdakwa dengan latar belakang politik, seperti anggota legislatif, lebih sedikit dituntut oleh KPK.
Pada 2018 dan 2019, KPK berhasil menuntut 96 anggota legislatif, baik pada tingkat DPR RI maupun DPRD level provinsi, kota, maupun kabupaten. Namun, dua tahun terakhir lembaga antirasuah itu hanya mampu menuntut 89 orang dari klaster legislatif. Untuk tahun ini saja, KPK memproses hukum 27 orang yang mayoritas didominasi anggota legislatif daerah, praktis hanya 1 orang berasal dari anggota DPR RI.
"Hal ini semakin menguatkan sinyal bahwa KPK tidak masuk lebih dalam membongkar korupsi sektor politik," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam paparannya, Ahad, 22 Mei 2022.
Selain KPK, ICW juga menyorot kinerja Kejaksaan yang dinilai belum mulai mengusut keterlibatan pihak-pihak yang mempunyai irisan dengan wilayah politik.
"Padahal kewenangan Kejaksaan sama seperti KPK yang mendasari tindakan hukumnya dengan instrumen UU Tipikor. Sehingga, tetap memungkinkan untuk mengusut pelaku korupsi dengan kategori high profile," ujar Kurnia.
Namun, di luar itu, ICW mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung yang jauh mengungguli KPK dalam menangani korupsi yang memiliki kaitan dengan entitas korporasi. Selama satu tahun tersebut, Korps Adhyaksa berhasil mendakwa 13 korporasi dalam perkara korupsi Jiwasraya.
DEWI NURITA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini